TAJUKNASIONAL.COM Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menegaskan komitmennya mempercepat penyelesaian konflik agraria dan pelaksanaan reforma agraria melalui kolaborasi lintas sektor. Langkah ini melibatkan kerja sama antara pemerintah, DPR, lembaga swadaya masyarakat, akademisi, dan masyarakat sipil.
Wakil Menteri ATR/BPN, Ossy Dermawan, menilai penyelesaian persoalan agraria tidak dapat dilakukan secara sepihak. Diperlukan kolaborasi semua pemangku kepentingan untuk menghasilkan solusi yang berkeadilan dan berkelanjutan.
“Kami sadar masih banyak kekurangan dan keterbatasan. Tapi semangat kami adalah mencari solusi terbaik, bukan mencari siapa yang salah,” ujar Ossy dalam Dialog Multipihak 65 Tahun Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang digelar Klinik Pertanahan di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Sabtu (4/10/2025).
Baca Juga: Wamen ATR/BPN: Pemerintah Komitmen Lindungi Tanah Ulayat di Sumbar
Ia menambahkan, sejumlah tantangan masih dihadapi dalam tata kelola pertanahan nasional. Mulai dari proses sertifikasi tanah yang belum merata, pelaksanaan reforma agraria yang belum optimal, hingga belum terintegrasinya data pertanahan secara menyeluruh.
“Memberikan tanah kepada masyarakat belum cukup. Tanah itu harus diikuti dengan akses ekonomi agar mereka benar-benar sejahtera,” imbuhnya.
Baca Juga: Kementerian ATR/BPN Kawal Pengadaan Tanah Exit Tol Padang-Sicincin di Lubuk Alung
Sementara itu, CEO Klinik Pertanahan, Artiya, menyampaikan bahwa sengketa agraria dan tumpang tindih lahan masih menimbulkan keresahan di masyarakat. Untuk itu, pihaknya mendorong dialog multipihak sebagai sarana menjembatani berbagai kepentingan dan memperkuat kepastian hukum.
“Sengketa agraria menyangkut hak dan rasa keadilan. Kami hadir membantu masyarakat memahami persoalan hukum, memberikan pendampingan, serta menawarkan solusi alternatif yang transparan dan berpihak pada kepastian hukum,” kata Artiya.
IKUTI BERITA TERBARU TAJUK NASIONAL, MELALUI MEDIA SOSIAL KAMI