Menurutnya, penguatan budaya dan pelestarian seni harus menjadi gerakan bersama lintas generasi, yang tidak hanya bersifat simbolik tapi juga berdampak nyata terhadap kehidupan masyarakat dan pariwisata nasional.
Di tengah ketidakpastian global akibat konflik geopolitik dan ekonomi dunia yang bergejolak, Ibas menggarisbawahi pentingnya menjaga stabilitas nasional serta menolak segala bentuk premanisme yang merusak tatanan sosial. Ia juga mencontohkan kearifan lokal Bali seperti peran pecalang sebagai sistem pengamanan berbasis budaya.
“Keamanan, keramahan, dan kenyamanan harus menjadi bagian dari identitas bangsa. Kita tolak segala bentuk premanisme. Budaya bisa dan harus menjadi benteng sosial kita,” tegasnya.
Sebagai Wakil Ketua Dewan Penasihat Kadin, Ibas juga menyinggung keterkaitan erat antara seni budaya, museum, dan pertumbuhan ekonomi. Ia menyatakan bahwa ketergantungan sektor pariwisata pada arus global menuntut kerja sama lintas sektor, baik domestik maupun internasional.
“Sektor budaya dan museum tidak bisa berdiri sendiri. Diperlukan investasi, kolaborasi, serta pemanfaatan teknologi agar potensi wisata Indonesia bisa menjangkau dunia,” katanya.
Ia pun menyoroti tren wisata berbasis teknologi seperti wisata virtual dan ruang angkasa, namun mengingatkan agar kemajuan tersebut tidak menggeser esensi kekayaan alam dan warisan budaya lokal, terutama Bali yang telah lama dikenal dunia.
“Kita tidak boleh kehilangan jati diri. Di tengah digitalisasi, mari kita rawat pesona alam, sejarah, dan kearifan lokal kita.”
Mendorong penguatan kebijakan, Ibas menyerukan agar regulasi kebudayaan nasional bisa memberikan manfaat konkret bagi para pelaku seni dan budaya. Ia juga mengusulkan agar branding destinasi wisata diperbarui agar lebih menarik wisatawan mancanegara.
“Perlu ada payung hukum yang kuat untuk melindungi dan memajukan kebudayaan. Bali bisa menjadi model nasional dalam hal ini,” ujarnya.
Mengakhiri pidatonya, Ibas mengajak semua pihak—akademisi, seniman, komunitas, dan pemerintah—untuk terus membangun sinergi dalam memajukan sektor budaya dan sejarah.
“Bali telah memberi contoh sebagai panggung dunia. Tapi masih banyak potensi budaya di daerah lain yang belum tergali secara maksimal. Mari kita gali dan kembangkan bersama.”
Kehadiran Ibas disambut hangat oleh Presiden Museum Rudana dan Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia, Putu Supadma Rudana, yang menyebut kehadiran Ibas sebagai bentuk dukungan konkret terhadap eksistensi museum.
“Jarang ada wakil rakyat yang peduli secara langsung. Kehadiran Mas Ibas hari ini sangat berarti bagi kami yang berjuang menjaga museum dan kebudayaan.”
Sementara itu, maestro seni tari Bali Anak Agung Oka Dalem menambahkan bahwa pelestarian seni mencakup berbagai unsur mulai dari tari, sastra, tabuh, hingga seni rupa, yang semuanya perlu perlindungan dan perhatian serius dari negara.
Acara ini dihadiri oleh para pemerhati sejarah, seniman, akademisi dari Universitas Udayana, komunitas pecinta museum, hingga tokoh budaya dari berbagai daerah.