“Kita perlu inovasi berbasis vegetasi pohon keras, bukan malah membabat hutan untuk lahan sawah atau ladang,” ujarnya.
Lebih lanjut, Firman mempertanyakan transparansi pengelolaan dana reboisasi dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang berasal dari sektor kehutanan. Ia menuding anggaran yang seharusnya dipakai untuk penanaman kembali justru tidak kembali ke hutan.
“Dana reboisasi itu triliunan jumlahnya, tapi malah masuk ke APBN dan tidak dialokasikan kembali untuk menanam pohon. Ini penyimpangan arah kebijakan,” tegas Firman.
Ia pun mengkritik minimnya anggaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang menurutnya tak sebanding dengan beban pengelolaan hutan dan pemulihan lahan kritis.
Menutup keterangannya, Firman mengajak pemerintah untuk merombak ulang tata kelola kehutanan nasional. Ia menekankan pentingnya pendekatan yang berpihak pada keberlanjutan, konservasi, dan fungsi sosial-ekologis hutan, bukan sekadar eksploitasi sumber daya alam.
“Hutan adalah paru-paru bangsa dan warisan generasi. Jangan jadikan hutan semata komoditas. Mari kita kembalikan fungsinya untuk alam, bukan hanya untuk neraca keuangan negara,” pungkas Firman.