Dalam ketentuan tersebut, izin usaha pertambangan khusus (IUPK) diprioritaskan untuk BUMN, BUMD, koperasi, UMKM, serta badan usaha yang dimiliki organisasi kemasyarakatan maupun keagamaan.
Baca Juga: DPR RI Tegaskan Tak Terlibat dalam Komite Reformasi Polri Bentukan Presiden Prabowo
“Nah, ini peluang besar bagi koperasi desa merah putih yang terus dibentuk pemerintah. Desa yang punya potensi tambang bisa menjadikannya sebagai unit bisnis koperasi.
Karena itu, rekrutmen pengurus koperasi desa merah putih harus selektif agar memiliki visi bisnis yang kuat,” jelas Benny Utama.
Pendekatan Hukum dan Sosial Ekonomi
Lebih jauh, Benny Utama menegaskan bahwa penanganan WPR tidak bisa hanya mengandalkan pendekatan hukum.
Menurutnya, maraknya tambang ilegal selain dipicu lemahnya penegakan hukum juga erat dengan aspek sosial dan ekonomi masyarakat.
“Kita perlu menyeimbangkan kepentingan masyarakat, negara, dan lingkungan. Integrasi masyarakat ke dalam skema penambangan yang legal menjadi sangat penting,” tegas politisi Golkar itu.
Baca Juga: Anggota DPR RI Desak Penegakan Hukum Tegas pada Perusahaan Pencemar Lingkungan Cs-137
Ia juga mendorong pemerintah daerah untuk meninjau kembali Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Penyesuaian RTRW diperlukan agar usulan WPR sesuai dengan peraturan daerah setempat. “Jika belum sesuai, tentu harus ada perubahan RTRW. Sepanjang itu untuk tata kelola tambang yang adil, berkelanjutan, dan demi kesejahteraan masyarakat, perubahan dapat dilakukan,” tambah Benny Utama.
Dengan transformasi WPR menjadi IPR, Benny Utama optimistis praktik tambang ilegal dapat ditekan, penerimaan negara meningkat, dan masyarakat memperoleh manfaat ekonomi yang lebih berkelanjutan.
Baca dan Ikuti Media Sosial Tajuk Nasional, KLIK DISINI



