TAJUKNASIONAL.COM – Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset kembali menjadi sorotan publik setelah bertahun-tahun tidak kunjung disahkan.
Padahal, RUU ini pertama kali disusun sejak 2008, namun hingga kini masih tertahan di meja legislasi.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjelaskan bahwa pembahasan RUU ini baru akan dilakukan setelah RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) selesai dibahas.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan bahwa terdapat sejumlah aturan terkait perampasan aset yang sudah tercantum dalam beberapa undang-undang yang berlaku saat ini.
Baca juga: Sudah Lama Disuarakan, Demokrat Minta Pembahasan RUU Perampasan Aset Dipercepat
Karena itu, pembahasan RUU ini membutuhkan proses harmonisasi yang matang agar tidak tumpang tindih dengan aturan lainnya.
“Aspek-aspek perampasan aset itu ada di Undang-Undang Tipikor, TPPU, KUHP, dan KUHAP. Maka setelah selesai semua, kami akan ambil dari sana. Bagaimana kemudian satu undang-undang yang punya persoalan yang sama soal aset itu bisa dikompilasi dan kemudian bisa berjalan dengan baik,” jelas Dasco, Rabu (3/8/2025).
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Sturman Panjaitan, menegaskan bahwa penyusunan RUU Perampasan Aset tidak bisa dilakukan secara terburu-buru.
Menurutnya, setiap aturan yang dihasilkan harus searah dan tidak saling bertentangan.
“Undang-undang itu harus searah, sejalan. Supaya tidak berlawanan. Makanya kita harus hati-hati. Kami bekerja semaksimal mungkin. Bahkan kemarin kita juga bahas. Hari Senin kemarin kita masuk juga tahap penyusunan,” ujar Sturman.
Ia menekankan pentingnya pembahasan yang cermat agar RUU ini benar-benar mampu memberikan solusi yang efektif dan tidak menimbulkan masalah hukum baru di kemudian hari.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI, Muhammad Kholid, menegaskan bahwa keberadaan RUU Perampasan Aset sangat krusial dalam memperkuat pemberantasan korupsi di Indonesia.
Menurutnya, korupsi bukan sekadar tindak pidana ekonomi, tetapi juga merupakan bentuk perampasan hak rakyat.
“Penegakan hukum tidak cukup hanya menghukum pelaku, tetapi juga harus menjamin bahwa hasil kejahatan tidak bisa dinikmati oleh siapapun. RUU Perampasan Aset adalah solusi rasional, adil, efektif, dan tegas untuk menutup ruang itu,” tegas Kholid.
Baca juga: Link Download Draf RUU Perampasan Aset yang Masuk dalam 17+8 Tuntutan Rakyat
Ia berharap RUU ini menjadi solusi konkret agar aset negara yang dirampas oleh pelaku kejahatan dapat benar-benar dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat.
Salah satu poin penting dalam RUU ini adalah mekanisme penyitaan harta hasil tindak pidana tanpa menunggu vonis pengadilan.
Dengan mekanisme ini, negara tetap dapat mengambil alih aset meski pelaku telah meninggal dunia, melarikan diri, atau lolos karena alasan teknis hukum.
Selain itu, RUU ini juga memuat aturan beban pembuktian terbalik terbatas, di mana pihak tertuduh maupun ahli warisnya wajib membuktikan bahwa harta yang dimiliki bukan berasal dari tindak pidana.
Nantinya, pengelolaan aset rampasan dilakukan secara profesional dan transparan oleh Pusat Pemulihan Aset (PPA), Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca dan Ikuti Media Sosial Tajuk Nasional, KLIK DISINI