Anggota Komisi V lainnya, Syahrul Aidi Maazat, menyoroti bahwa program perumahan harus dirancang untuk menjangkau masyarakat yang tidak berpenghasilan sama sekali, termasuk disabilitas berat dan lansia terlantar.
“Selama ini kita hanya menyasar masyarakat berpenghasilan rendah. Padahal ada yang bahkan tak punya penghasilan sama sekali. Mereka juga butuh rumah,” tutur legislator dari Fraksi PKS ini.
Syahrul juga mengusulkan adanya reformasi skema bantuan perumahan, agar tidak selalu mensyaratkan kontribusi swadaya. Menurutnya, konsep seperti BSPS (Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya) terlalu berat bagi warga miskin ekstrem.
“Kalau masih mensyaratkan swadaya, artinya mereka harus punya penghasilan dulu. Nah, ini kan tidak nyambung untuk yang tidak bekerja. Kita butuh pendekatan baru,” tambahnya.
Program 3 juta rumah merupakan bagian dari RPJMN 2025–2029 yang menargetkan pengurangan backlog perumahan nasional yang masih berada di angka hampir 10 juta unit.
Komisi V berharap program ini tidak hanya menjadi proyek angka, tetapi benar-benar menyentuh segmen warga paling termarjinalkan, dengan menitikberatkan pada prinsip keberlanjutan dan keadilan sosial.