Ibas menyoroti bahwa dunia tengah berada dalam masa perubahan besar, ditandai oleh meningkatnya tensi geopolitik global. Salah satu contohnya, kata dia, adalah perang Rusia-Ukraina yang meskipun berlangsung jauh dari Asia Tenggara, berdampak langsung terhadap harga minyak dan bahan pokok. Ia juga menyinggung ketegangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang menempatkan banyak negara berkembang, termasuk di ASEAN, dalam posisi sulit untuk memilih pihak.
Namun, menurutnya, ASEAN punya pilihan lain: tetap netral, bersatu, dan menjunjung nilai dasar kerja sama. “Jawaban ASEAN adalah ‘tidak’. Tidak pada tekanan untuk berpihak. Keamanan kita justru datang dari netralitas dan persatuan,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa Indonesia menganut prinsip “A Million Friends and Zero Enemies” sebagai filosofi dalam menjalin hubungan luar negeri. “Kami ingin berteman dengan semua negara dan menghindari konflik,” tambahnya.