TajukNasional Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa tingkat literasi keuangan di Indonesia masih tergolong rendah, yaitu sebesar 64,53 persen pada tahun 2024. Kondisi ini berkontribusi pada maraknya berbagai modus penipuan di sektor keuangan, terutama melalui platform digital.
Menanggapi hal ini, Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar, Puteri Komarudin, mendorong peningkatan edukasi dan literasi keuangan yang lebih merata di berbagai lapisan masyarakat. Ia menekankan pentingnya pemahaman terhadap layanan keuangan digital agar masyarakat dapat terhindar dari pinjaman online ilegal serta skema penipuan lainnya.
“Edukasi dan literasi keuangan harus terus diperluas, baik dari segi cakupan wilayah maupun kelompok masyarakat yang disasar. Masih banyak masyarakat yang kesulitan membedakan antara aplikasi pinjaman daring resmi dan ilegal. Kondisi ini semakin mengkhawatirkan menjelang Lebaran, di mana banyak orang tergiur untuk meminjam melalui aplikasi ilegal,” ujar Puteri.
Lebih lanjut, Puteri mengingatkan bahwa Pelaku Usaha Sektor Keuangan (PUSK) memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan literasi keuangan, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 226 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
“Kewajiban ini juga ditegaskan dalam Pasal 3 POJK Nomor 3 Tahun 2023 tentang Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan di Sektor Jasa Keuangan bagi Konsumen dan Masyarakat, serta Pasal 11 POJK Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan. Oleh karena itu, saya mendorong asosiasi keuangan untuk memastikan anggotanya menjalankan regulasi ini dengan optimal,” ungkap Puteri dalam keterangan tertulisnya, Kamis (20/3/2025).
Berdasarkan data Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI), sepanjang tahun 2024 telah dilakukan 3.692 kegiatan edukasi dan literasi keuangan melalui Program GENCARKAN. Selain itu, Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) mencatat telah melaksanakan 163 kegiatan serupa, sementara Asosiasi Layanan Urun Dana Indonesia (ALUDI) lebih fokus menyasar generasi muda sebagai pemodal utama.
Di sisi lain, Puteri juga menyoroti maraknya modus penipuan di sektor perbankan, seperti fake SMS masking. Modus ini dilakukan dengan mengirimkan pesan singkat yang tampak berasal dari bank, tetapi sebenarnya berasal dari pelaku kejahatan yang menyisipkan tautan berbahaya.
“Penipuan seperti ini dapat berujung pada pencurian data dan pengurasan saldo rekening korban. Oleh karena itu, saya juga mengimbau Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) untuk meningkatkan edukasi kepada nasabah serta terus memantau perkembangan modus penipuan di sektor perbankan,” pungkas Puteri.