Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, menjelaskan bahwa pada 2020 Nadiem bertemu dengan pihak Google Indonesia.
Dalam pertemuan itu dibahas program Google for Education dengan perangkat Chromebook.
“Dalam beberapa kali pertemuan, disepakati produk dari Google, yakni Chrome OS dan Chrome Devices Management (CDM), akan dijadikan proyek pengadaan alat TIK,” ungkap Nurcahyo.
Baca Juga: Jadi Buronan Kasus Korupsi, Demokrat Desak Polri Segera Tangkap Riza Chalid
Spesifikasi Diduga Sudah Mengunci
Penyidik menemukan adanya rapat tertutup yang membahas pengadaan Chromebook, meski saat itu pengadaan TIK belum dimulai.
Nadiem disebut menanggapi surat Google untuk ikut serta dalam pengadaan, berbeda dengan sikap menteri sebelumnya, Muhadjir Effendy, yang tidak merespons karena uji coba Chromebook pada 2019 dinilai gagal, terutama di sekolah-sekolah kawasan 3T.
Atas arahan Nadiem, dua pejabat Kemendikbudristek, yakni Sri Wahyuningsih (Direktur PAUD) dan Mulyatsyah (Direktur SMP), menyusun petunjuk teknis dan pelaksanaan dengan spesifikasi yang disebut mengunci pada Chrome OS.
Pada Februari 2021, Nadiem menerbitkan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Bidang Pendidikan.
Dalam aturan itu, lampiran teknisnya juga mengacu pada penggunaan Chrome OS.
Baca Juga: Mengenal Riza Chalid, The Gasoline Godfather yang Jadi Buronan Kasus Korupsi Pertamina
Potensi Kerugian Negara
Akibat pengadaan laptop Chromebook tersebut, negara diduga mengalami kerugian hingga Rp1,98 triliun. Angka ini masih dalam penghitungan lebih lanjut oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).