TajukNasional Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDIP, Deddy Yevri Sitorus, menyatakan kekesalannya terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) di 24 daerah pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024.
Pernyataan tersebut disampaikan Deddy dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan Rapat Kerja (Raker) yang berlangsung di Gedung Kura-kura, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Kamis (27/2).
Deddy menganggap jumlah daerah yang harus melaksanakan PSU sangat besar dan dapat membebani masyarakat secara ekonomi dan sosiologis-politik.
Ia menyampaikan, “Hampir 60 persen pilkada bermasalah. Rakyat disuruh bayar lagi. Kepala daerah suruh tarung lagi. Dari mana uangnya? Minjem, jual, gadai?” ujar Deddy dengan nada kesal.
Lebih lanjut, Deddy juga mengungkit persoalan klasik yang kerap menjadi sorotan, yakni pelaksanaan pemilu yang tidak jujur dan adil.
Ia mengingatkan, jika ada masalah di kemudian hari, seperti korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah terpilih, penyelenggara pemilu yang harus bertanggung jawab.
“Besok-besok kalau korupsi semua, Bapak/Ibu, yang salah siapa? Karena kita tidak melaksanakan tanggung jawab kita,” tambahnya.
Deddy menegaskan bahwa jika terdapat protes dari masyarakat terhadap kinerja kepala daerah terpilih, maka yang harus bertanggung jawab adalah penyelenggara pemilu.
“Ketidakmampuan kita menjaga pemilu yang jurdil akan berujung pada masalah yang lebih besar,” ujarnya dengan geram.
Menurutnya, pelanggaran yang terjadi dalam proses pemilu dan beban tambahan yang harus ditanggung masyarakat adalah sesuatu yang tidak bisa dianggap enteng.
“Bikin pelanggaran di mana-mana. Dan kita harus bayar itu semua. Enak banget,” tutup Deddy.