TajukPolitik – Ekonom senior Rizal Ramli menilai Komisaris Utama (Komut) PT. Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dinilai menjadi salah satu pihak yang harus bertanggung jawab atas insiden kebakaran Depo Pertamina Plumpang.
Rizal Ramli mengatakan, selama Ahok menjadi Komisaris Utama Pertamina, tak kurang dari enam insiden kebakaran sudah terjadi. Hal itu, menurut Rizal Ramli, sudah menunjukkan bahwa Ahok tak bisa menjalankan tugas dengan baik.
“Aneh bin ajaib. Kejadian (kebakaran) berkali-kali kan harusnya yang tanggung jawab direksi dan komisaris utama dong,” pungkas Rizal Ramli dalam YouTube Realita TV, disimak tajuknasional.com pada Rabu (15/3).
Rizal Ramli pun mempertanyakan keberanian pemerintah untuk memecat Ahok dari posisi penting di tubuh Pertamina. Bahkan, Rizal Ramli menduga tidak ada pemecatan tersebut berkaitan dengan utang budi Jokowi kepada Ahok. Hal itulah yang membuat Menteri BUMN, Erick Thohir, tak memberi sanksi tegas kepada Ahok.
“Kalau di luar negeri sudah pasti ada yang dipecat dan diadili. Nah, menteri BUMN Erick Thohir masih terperangkap dengan utang budinya Jokowi kepada Ahok. Ahok kan banyak tahulah rahasianya Jokowi jadi utang budi kan,” lanjutnya.
Seperti diketahui insiden kebakaran melanda Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Plumpang atau Depo BBM Plumpang, Jumat 3 Maret 2023. Per hari ini, tercatat 23 orang meninggal dunia dan puluhan lain luka bakar serius akibat kebakaran pada Depo BBM yang dekat dengan permukiman itu.
Lantas, kenapa Depo BBM Plumpang bisa berada dekat dengan permukiman? Di hadapan Komisi VI DPR RI, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menjelaskan sejarah berdirinya Depo BBM Plumpang.
“Jadi banyak sekali pertanyaan yang sampai kepada kami, yang mempertanyakan kenapa Pertamina membangun dan mengoperasikan terminal BBM di tengah warga yang sangat padat di tengah kota,” katanya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR, Selasa (14/3).
Menurut Nicke awalnya Pertamina membeli lahan seluas 153 hektare dari PT MASTRACO senilai Rp 514 juta. Lahan tersebut dibeli pada tahun 1971.
Sekitar 72 hektare dibangun untuk area Depo Plumpang. Sementara 82 hektare sisanya masih kosong dan belum berpenghuni. Tahun 1976, dikeluarkan surat penetapan pemberian hak dari Mendagri untuk pembangunan instalasi minyak di lahan tersebut.
“Kami ingin menjelaskan tentang situasi dari Plumpang, yang tanahnya itu dibeli tahun 1971. Ini beberapa gambar yang kami ambil, jadi tahun 1972 masih di sekelilingnya adalah tanah kosong ada 82 hektare sekitar TBBM Plumpang ini,” beber Nicke.