TAJUKNASIONAL.COM Kepemimpinan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer kembali menjadi sorotan tajam setelah rumor kudeta internal mencuat ke permukaan.
Dua pekan menjelang pengumuman anggaran nasional pada 26 November, Partai Buruh yang sebelumnya menang telak dalam pemilu 2024 justru diguncang pertikaian internal yang semakin memperburuk posisi Starmer di mata publik.
Sejumlah media Inggris melaporkan bahwa beberapa pesaing dalam Partai Buruh sedang mempertimbangkan langkah untuk menggulingkan Starmer dari kursi pemimpin.
Nama Menteri Kesehatan Wes Streeting ikut terseret sebagai tokoh yang disebut-sebut memiliki ambisi politik dan diduga menjadi alternatif kepemimpinan.
Namun, Streeting dengan tegas membantah isu tersebut dan menyebut rumor kudeta itu sebagai “omong kosong yang merugikan diri sendiri.” Ia juga menuding ada pihak yang menggiring narasi tersebut untuk menekan posisinya sebagai menteri, sekaligus mencoba memperlemah kabinet Starmer.
Baca Juga:Profil Tony Blair, Eks Perdana Menteri Inggris yang Disebut Bakal Pimpin Pemerintahan Transisi Gaza
“Saya tidak melihat keadaan yang memungkinkan saya melakukan hal itu kepada perdana menteri kami,” ujar Streeting.
Di tengah memanasnya situasi, serangan dari luar partai turut memperkeruh keadaan. Pemimpin Partai Konservatif, Kemi Badenoch, menuding Starmer menjalankan pemerintahan dengan “budaya beracun” di Downing Street.
Tuduhan itu membuat perdebatan politik di parlemen memanas, memaksa Starmer memberikan pembelaan terbuka terhadap timnya.
Kepada parlemen, Starmer menegaskan dirinya tidak akan mentoleransi praktik politik kotor yang menjatuhkan rekan-rekan kabinetnya.
“Saya menunjuk mereka karena mereka adalah orang terbaik untuk menjalankan tugas mereka. Serangan apa pun terhadap anggota kabinet saya sama sekali tidak dapat diterima,” tegas Starmer.
Rumor kudeta ini muncul di saat yang sangat krusial.
Pemerintah Partai Buruh diperkirakan akan melanggar janji kampanye dengan menaikkan tarif dasar pajak penghasilan—kebijakan yang belum pernah dilakukan Inggris dalam 50 tahun terakhir.
Kebijakan tersebut dinilai dapat memicu kekecewaan publik, sekaligus memperdalam penurunan popularitas Starmer.
Faktanya, jajak pendapat terbaru dari YouGov menunjukkan angka mengkhawatirkan bagi Starmer.
Baca Juga: Inggris, Australia, dan Kanada Resmi Akui Negara Palestina, Pecah Tradisi Barat
Hanya 17 persen warga Inggris yang puas dengan kinerjanya sebagai perdana menteri, sementara 73 persen menyatakan tidak puas.
Penurunan drastis ini berbanding terbalik dengan kemenangan besar Partai Buruh pada Juli 2024, ketika Starmer dianggap sebagai sosok perubahan setelah era pemerintahan Konservatif.
Kini, tekanan politik datang dari berbagai arah: rumor kudeta internal, tudingan oposisi, dan sorotan publik atas kebijakan ekonomi yang tidak populer.
Meski Starmer berusaha menampilkan sikap tegas dan percaya diri, kondisi politik internal Partai Buruh tampak semakin rapuh.



