Sabtu, 22 November, 2025

Eks PM Bangladesh Sheikh Hasina Divonis Hukuman Mati Usai Dimakzulkan: Krisis Politik Memanas Jelang Pemilu 2026

TAJUKNASIONAL.COM Pengadilan Bangladesh menjatuhkan vonis hukuman mati kepada mantan Perdana Menteri Sheikh Hasina atas tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan pada Senin (17/11).

Putusan itu dibacakan sekitar setahun setelah Hasina resmi dimakzulkan dari jabatannya pada Agustus 2024, menandai babak baru dalam perjalanan politik negara Asia Selatan tersebut.

Hasina yang kini berusia 78 tahun dikabarkan mengabaikan panggilan pengadilan untuk kembali dari India dan menghadiri persidangan.

Proses hukum pun berlangsung secara inabsentia. Pengadilan berfokus pada dugaan kekerasan terhadap mahasiswa yang menjadi pemicu tumbangnya kekuasaan Hasina pada 2024.

Baca Juga: Hindia Hadirkan Video Musik “Letdown” Berlatar IKN, Apakah Relate dengan Liriknya?

“Semu unsur yang membentuk kejahatan terhadap kemanusiaan telah terpenuhi,” ujar hakim Golam Mortuza Mozumder di ruang sidang yang dipadati publik di Dhaka, sebagaimana dikutip AFP.

Menurutnya, Hasina dinyatakan bersalah atas tiga dakwaan sekaligus, yaitu hasutan, memberikan perintah pembunuhan, dan tidak mencegah aksi kekerasan yang terjadi. “Kami menjatuhkan satu hukuman yakni hukuman mati,” tegas Mozumder.

Selain Hasina, mantan menteri dalam negeri Asaduzzaman Khan Kamal yang juga melarikan diri turut dijatuhi hukuman mati setelah dianggap bersalah atas empat dakwaan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Sementara itu, mantan kepala polisi Chowdhury Abdullah Al-Mamun divonis lima tahun penjara setelah mengakui sebagian dakwaan.

Putusan tersebut disiarkan secara langsung di televisi nasional, menandai momen penting menjelang pemilu pertama sejak pemerintahan Hasina tumbang pada 2024. Sejak itu pula, Bangladesh dilanda kekacauan politik berkepanjangan.

Baca Juga: Pakistan Kerahkan 40 Jet Tempur dalam Misi Balasan: Operasi “Bunyan Marsoos” Guncang Pertahanan Udara India

Ketegangan meningkat terutama memasuki masa kampanye pemilu yang diperkirakan digelar Februari 2026.

Data dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat sekitar 1.400 orang tewas dalam tindakan keras yang dilakukan pemerintahan Hasina saat berusaha mempertahankan kekuasaannya.

Angka ini menjadi salah satu dasar utama dakwaan dalam persidangannya.

Kepala Jaksa Tajul Islam menyatakan harapannya bahwa putusan ini dapat memenuhi tuntutan publik akan keadilan.

Menurutnya, dakwaan yang diajukan mencakup lima unsur, termasuk kegagalan mencegah pembunuhan yang dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan berdasarkan hukum Bangladesh.

Selama persidangan yang berlangsung berbulan-bulan tanpa kehadirannya, Hasina dituduh memerintahkan pembantaian massal. Ia mengkritik keras proses hukum tersebut, menyebutnya sebagai “lelucon yuridis”. Dalam wawancara tertulis kepada AFP pada Oktober, Hasina mengatakan bahwa vonis bersalah itu sudah ditentukan sebelumnya. Ia menegaskan tidak terkejut ketika putusan itu akhirnya dijatuhkan.

Kementerian Luar Negeri Bangladesh turut memanggil perwakilan India, mendesak New Delhi untuk menahan Hasina dari membuat pernyataan publik yang dapat memicu ketegangan lebih jauh.

Baca Juga: Dorong Pembentukan Sekretariat RCEP, Menko Airlangga: Indonesia Siap Jadi Tuan Rumah

Pemerintah sementara menilai komentar Hasina berpotensi menyebarkan kebencian dan memperkeruh situasi politik.

Pada kesempatan lain, Hasina mengaku “berduka atas semua nyawa yang hilang selama hari-hari mengerikan” ketika mahasiswa ditembaki di jalanan. Pernyataan ini justru memancing kritik keras dari berbagai pihak yang menilai ia sebelumnya berusaha keras mempertahankan kekuasaan dengan segala cara.

Hasina juga mengkritik pelarangan partainya, Liga Awami, oleh pemerintah sementara. Ia menilai keputusan tersebut memperburuk krisis politik di Bangladesh yang berpenduduk lebih dari 170 juta jiwa, terutama menjelang pemilu yang semakin dekat.

Dengan vonis hukuman mati yang telah dijatuhkan, masa depan politik Bangladesh masih penuh ketidakpastian. Ketegangan yang terus meningkat memperlihatkan bahwa negara tersebut akan menghadapi tantangan besar dalam memastikan stabilitas menjelang pemilu 2026.

Baca dan Ikuti Media Sosial Tajuk Nasional, KLIK DISINI

- Advertisement -spot_imgspot_img
Berita Terbaru
- Advertisement -spot_img
Berita Lainnya
Rekomendasi Untuk Anda
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini