TAJUKNASIONAL.COM Hubungan diplomatik antara China dan Australia kembali memanas setelah pemerintah Canberra menuduh jet tempur Beijing sengaja mengganggu pesawat pengintai militer Australia di wilayah udara Laut China Selatan.
Menurut pernyataan resmi Kementerian Pertahanan Australia, insiden terjadi pada Minggu (19/10) ketika pesawat pengintai P-8A Poseidon milik Angkatan Udara Australia sedang melakukan patroli rutin di atas perairan yang disengketakan.
Jet tempur China dilaporkan terbang mendekat dari arah samping dan melepaskan flare atau suar anti-rudal dalam jarak sangat dekat, tindakan yang disebut membahayakan keselamatan kru pesawat.
“Setelah meninjau ulang dengan cermat, kami menganggap tindakan ini tidak aman dan sangat tidak profesional,” ujar Menteri Pertahanan Australia Richard Marles.
Baca Juga:Alami Kemajuan Pesat, Media Irak Dukung Timnas Indonesia Lolos Piala Dunia 2026
Ia menambahkan bahwa pihaknya telah menyampaikan protes resmi kepada perwakilan diplomatik China di Canberra atas insiden tersebut.
Ketegangan Lama di Laut China Selatan
Peristiwa ini menambah panjang daftar insiden berisiko tinggi antara militer kedua negara di kawasan perairan strategis tersebut.
Tahun lalu, Australia menuduh pesawat tempur China menghalangi misi helikopter Skyhawk dengan cara serupa melontarkan flare di jalur terbang helikopter yang tengah melintas di ruang udara internasional.
Pada 2023, kapal perusak China juga disebut menembakkan sonar berfrekuensi tinggi ke arah penyelam Angkatan Laut Australia di Laut Jepang, yang menyebabkan gangguan pendengaran ringan pada beberapa kru.
Meski demikian, Australia menegaskan tidak akan mundur dari operasi kebebasan navigasi di kawasan tersebut.
“Kami akan terus beroperasi di wilayah udara dan perairan internasional sesuai dengan hukum internasional,” tegas Marles.
Baca Juga:Apa Itu Global Sumud Flotilla? Kapal Armada Kemanusiaan untuk Gaza Dibajak Israel
China Klaim Laut China Selatan, Australia Tak Gentar
China hingga kini tetap mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan, termasuk wilayah yang secara hukum internasional diakui milik negara lain seperti Filipina, Vietnam, dan Malaysia.
Klaim ini telah ditolak oleh putusan Pengadilan Arbitrase Internasional pada 2016, namun Beijing menolak mengakuinya.
Sementara itu, Australia merupakan salah satu negara yang secara konsisten mendukung keputusan tersebut dan secara aktif mengirim kapal serta pesawat pengintai untuk menegakkan prinsip kebebasan navigasi.
Insiden ini dipandang sebagai ujian serius terhadap hubungan diplomatik China–Australia, yang sebelumnya mulai mencair setelah ketegangan perdagangan dan isu keamanan siber pada 2022–2024.
Namun, tindakan militer terbaru ini menunjukkan bahwa gesekan geopolitik di kawasan Indo-Pasifik belum akan mereda dalam waktu dekat.
Baca dan Ikuti Media Sosial Tajuk Nasional, KLIK DISINI