Politik Bertentangan dengan Hati Nurani
Sebagai seniman, Edo terbiasa menjadikan hati nurani sebagai pegangan utama. Namun, dunia politik menurutnya sering memaksa untuk menabrak prinsip tersebut.
“Sebagai seniman, saya terbiasa memakai hati nurani. Namun di dunia politik, kadang kita harus menabrak itu dan itu membuat saya tidak nyaman,” ungkapnya.
Pernyataan ini menambah sorotan negatif terhadap PDI Perjuangan, mengingat partai berlambang banteng moncong putih tersebut kembali kehilangan kader muda potensial yang justru lebih memilih jalan di luar politik.
Baca Juga: LHKPN Minus Bertahun-Tahun, Ex Kader PDIP Gorontalo Wahyudin Moridu Disorot KPK
Pilih Fokus di Bidang Sosial
Edo menegaskan bahwa dirinya tidak akan meninggalkan pengabdian pada masyarakat. Ia justru ingin fokus pada kiprah sosial yang menurutnya bisa lebih berdampak.
“Saya merasa di Jakarta saya bisa lebih berguna, karena ketika saya berada di DPR provinsi, saya terbatas pada Papua Barat Daya. Tapi jika saya bekerja di Jakarta, saya bisa bantu Papua lebih utuh, bahkan Indonesia,” ujar Edo.
Langkah Edo ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai solidaritas PDI Perjuangan, khususnya di Papua Barat Daya.
Baca dan Ikuti Media Sosial Tajuk Nasional, KLIK DISINI