Aksi tersebut berakhir dengan kekerasan, yang menyebabkan kematian beberapa orang, dan menjadikan empat aktivis buruh dihukum mati atas tuduhan terorisme.
Kejadian tersebut memicu gerakan buruh internasional, yang pada akhirnya menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional pada Kongres Buruh Internasional di Paris pada tahun 1889.
Di Indonesia, peringatan Hari Buruh tahun ini akan diwarnai dengan sejumlah tuntutan. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengungkapkan bahwa ada enam isu penting yang akan dibawa dalam aksi besar-besaran yang akan digelar di Lapangan Monumen Nasional (Monas), Jakarta.
Baca juga: Presiden Prabowo Hadiri May Day 2025, Temui Langsung Ratusan Ribu Buruh di Monas
Di antaranya adalah penghapusan outsourcing, pembentukan satgas pemutusan hubungan kerja (PHK), serta penuntutan pengesahan RUU Ketenagakerjaan yang baru.
Selain itu, para buruh juga akan menuntut perlindungan hak pekerja rumah tangga melalui RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), serta pemberantasan korupsi melalui RUU Perampasan Aset.
Said Iqbal memperkirakan bahwa lebih dari 1,2 juta buruh akan terlibat dalam peringatan Hari Buruh ini, baik di Jakarta maupun di 30 provinsi lainnya.
Selain isu-isu tersebut, perhatian juga diberikan kepada generasi muda, khususnya Generasi Z, yang sering kali menjadi korban eksploitasi dalam dunia kerja.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi), Mirah Sumirah, mengkritik praktik magang yang merugikan Gen Z, dengan beban kerja yang berat namun tanpa imbalan yang sesuai.
Mirah menegaskan pentingnya menghentikan eksploitasi ini agar kesejahteraan pekerja, terutama generasi muda, dapat terjamin.
Peringatan Hari Buruh kali ini diharapkan dapat menjadi momentum untuk memperjuangkan hak-hak pekerja demi terciptanya kondisi kerja yang lebih adil dan manusiawi di Indonesia.