TajukNasional Dalam Sidang Komite HAM PBB (CCPR) di Jenewa, Swiss, pekan lalu, anggota komite Bacre Waly Ndiaye mempertanyakan netralitas Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), serta pencalonan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Ndiaye menyinggung jaminan hak politik warga Indonesia dalam pemilu dan mempertanyakan langkah-langkah yang telah diambil pemerintah untuk memastikan bahwa pejabat tinggi, termasuk Jokowi, tidak memberikan pengaruh berlebihan terhadap proses pemilu.
Menanggapi hal ini, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI menegaskan bahwa pertemuan tersebut bersifat dialog interaktif secara sukarela dan bukan forum untuk mengadili pelaksanaan HAM di negara-negara anggota.
“Sidang ini adalah bentuk dialog, bukan persidangan yang bertujuan menghakimi negara tertentu,” ujar juru bicara Kemlu RI, Lalu Muhamad Iqbal.
Sementara itu, kritik terhadap respons pemerintah datang dari berbagai kalangan. Co-Founder Forum Intelektual Muda, Muhammad Sutisna, menilai pemerintah seharusnya tidak perlu terlalu membela Jokowi secara berlebihan.
“Ketika pemerintah terlalu pasang badan, justru bisa berdampak buruk terhadap kinerja saat ini yang tengah disorot banyak pihak,” ujarnya, Jumat (28/3).
Menurutnya, dunia internasional akan menilai secara objektif bagaimana proses demokrasi berlangsung di Indonesia.
Ia pun mengajak semua pihak untuk menjadikan perhatian internasional sebagai bahan introspeksi.
“Dunia akan melihat bagaimana jalannya demokrasi di Indonesia. Kita harus bisa mengambil pelajaran dari penilaian internasional terhadap proses di negara kita,” pungkasnya.