Di Kalbar, mereka telah tampil di sejumlah daerah seperti Ketapang, Sanggau, dan Bengkayang.
Taufan mengenang pengalaman panggung pertama mereka di luar Kalbar yang berlangsung di Jogja.
Menariknya, saat itu panitia mengira Manjakani berasal dari Jogja. Meski bayaran terbatas, mereka tetap berangkat dengan dukungan sponsor dari teman-teman yang memiliki usaha.
“Waktu itu kita dikira band Jogja, jadi fee yang dikasi itu terbatas, tapi karena kita band baru, kita perlu panggung, akhirnya kita berusaha cari sponsor dari teman-teman yang punya usaha buat bisa berangkat kesana,” kenangnya.
Penampilan mereka di Jogja menjadi pintu masuk ke banyak panggung lain seperti Jakarta, Bali, Malang, Medan, hingga Lampung.
Selama perjalanan kariernya, Manjakani mengalami berbagai pengalaman, dari yang menyenangkan hingga yang tidak terduga.
Salah satu momen menyedihkan terjadi ketika tampil di Pontianak dan merasa diperlakukan tidak adil oleh panitia.
“Waktu itu, selesai turun panggung Nabilla nangis, kita memang tampil sebelum sebuah band besar yang ditunggu-tunggu, ternyata ada panitia yang ngomong cepat naik gitu, yang ditunggu bukan kalian, tentu jadi sedih dong,” ujar Taufan.
Meski sempat kesal, Taufan memilih untuk tidak menyimpan dendam.
“Alhamdullilah-nya aku bukan orang yang pendendam,” tuturnya.
Insiden lainnya terjadi ketika gitar mereka rusak karena tertimpa speaker hanya beberapa menit sebelum tampil.
Akibatnya, mereka batal tampil karena kondisi teknis dan acara yang bersifat kolektif.
“Itu kaget banget, kok bisa speaker jatuh dan langsung pas kena ke gitar kita, akhirnya kita ngga jadi tampil karena pas itu panggungnya juga kolektifan gitu,” ujarnya.
Taufan merasa bersyukur masih bisa terus tampil dan berkarya. Ia juga mencatat adanya perbedaan signifikan antara apresiasi dari penonton di luar Kalimantan Barat dengan penonton lokal.
Di luar Kalbar, terutama di Pulau Jawa, apresiasi terhadap musisi sangat tinggi.