Pengunduran diri Joao Angelo De Sousa Mota dari kursi Direktur Utama PT Agrinas Pangan Nusantara tak membuat Presiden Prabowo Subianto kehilangan fokus.
Justru sebaliknya, peristiwa ini menjadi momentum untuk mempertegas komitmen beliau: birokrasi tidak boleh menjadi penghambat kemajuan bangsa.
Dalam rapat bersama Kepala Badan Pengendalian Pembangunan dan Investigasi Khusus (Bappisus), Aris Marsudiyanto, Presiden memerintahkan agar seluruh prosedur yang bertele-tele dipangkas habis.
“Proses harus cepat, tepat, dan tidak berbelit,” begitu pesan tegas yang mencerminkan karakter kepemimpinan beliau.
Rakyat butuh kepastian.
Dana desa, penyaluran pupuk, koperasi rakyat, hingga program makan bergizi gratis—semuanya harus bergerak tanpa hambatan.
Prabowo paham, setiap menit yang terbuang karena birokrasi lamban adalah peluang yang hilang bagi kesejahteraan rakyat.
Kritik Joao Mota soal birokrasi di Danantara seharusnya menjadi alarm bagi semua pejabat dan pemangku kepentingan.
Seorang presiden sudah memberikan semangat dan visi yang jelas, namun jika pembantunya masih sibuk terjebak dalam formalitas tak produktif, maka roda pembangunan akan tersendat.
Inilah yang tidak akan dibiarkan Prabowo.
Aris memang menyebut semua anggaran sudah terencana, namun prosesnya memerlukan kesabaran.
Tetapi di bawah kepemimpinan Prabowo, “kesabaran” bukan berarti membiarkan kelambanan.
Yang beliau mau adalah percepatan, tanpa kompromi terhadap akuntabilitas.
Bangsa besar ini tidak akan maju jika mental “menunggu” masih mengakar di tubuh birokrasi.
Prabowo sedang menyalakan mesin percepatan—dan setiap pejabat yang tidak siap berlari kencang akan tertinggal.
Pesan ini jelas: di era kepemimpinan beliau, tidak ada ruang bagi birokrasi yang menghambat rakyat.
Oleh Dede Prandana Putra (Pemerhati Sosial-Politik)
