Pernyataan Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP), AM Putranto, yang memastikan pemerintah tidak akan menggunakan dana zakat untuk membiayai program makan bergizi gratis (MBG), seharusnya menjadi sorotan penting dalam diskusi publik.
Pasalnya, meski ada usulan dari Ketua DPD RI, Sultan B. Najamudin, untuk memanfaatkan zakat, infak, dan sedekah dalam pembiayaan MBG, keputusan pemerintah ini justru menunjukkan kedalaman pemahaman yang matang tentang tujuan dan fungsi dana zakat itu sendiri.
Zakat memiliki peruntukan yang sudah jelas dan tegas dalam agama dan peraturan negara. Sebagai instrumen ibadah, zakat diperuntukkan bagi delapan golongan yang memang berhak, seperti fakir, miskin, amil, dan sebagainya.
Jika zakat digunakan sembarangan untuk mendanai program seperti MBG, bukan hanya akan melenceng dari tujuan asalnya, tetapi juga akan menodai nilai-nilai yang telah lama dijunjung tinggi dalam masyarakat Indonesia.
Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, yang sangat peduli terhadap kesejahteraan rakyat, sudah menyiapkan anggaran yang sangat besar untuk memastikan seluruh anak Indonesia mendapatkan akses makan bergizi.
Dengan anggaran mencapai Rp71 triliun, program MBG ini jelas tidak membutuhkan dana zakat, karena sudah ada alokasi anggaran negara yang sepenuhnya dipersiapkan untuk kepentingan rakyat.
Ini adalah bentuk komitmen nyata pemerintah dalam mengentaskan masalah gizi di Indonesia tanpa harus melibatkan dana yang bukan peruntukannya.
Sudah saatnya kita menyingkirkan pemikiran sempit yang ingin mengandalkan zakat sebagai solusi jangka panjang untuk masalah sosial.
Sebaliknya, kita harus mengedepankan sistem yang lebih sistematis, dengan alokasi anggaran yang tepat dan pengelolaan yang transparan.
Dengan begitu, kita bisa memastikan bahwa program-program sosial berjalan sesuai dengan prinsip keadilan dan keberlanjutan.
Kita percaya bahwa di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, Indonesia akan segera mencapai kemakmuran bersama yang inklusif dan berkelanjutan.
Oleh Dede Prandana Putra (Pemerhati Sosial-Politik)