Tahun 2026 akan menjadi babak baru dalam sejarah kesehatan Indonesia.
Presiden Prabowo Subianto dengan tegas menunjukkan keberpihakan pada rakyat lewat alokasi anggaran kesehatan yang luar biasa besar: Rp 244 triliun.
Angka ini bukan sekadar deretan nol di atas kertas, melainkan wujud nyata keberanian politik untuk memastikan setiap warga negara, dari Sabang sampai Merauke, mendapatkan hak kesehatan yang adil dan merata.
Fokus anggaran ini jelas: meringankan beban rakyat, merevitalisasi rumah sakit, mempercepat penurunan stunting, menyediakan bantuan gizi, mengendalikan penyakit menular, menekan angka TBC, hingga memberikan layanan cek kesehatan gratis.
Langkah ini bukan hanya menyembuhkan, tetapi juga mencegah penyakit menjadi lebih parah—menghemat biaya negara di masa depan sekaligus menyelamatkan jutaan nyawa.
Tidak berhenti di situ, Prabowo menegaskan peningkatan fasilitas kesehatan sebagai prioritas.
Janjinya jelas: rakyat miskin dan kelompok rentan akan mendapatkan pelayanan terbaik, setara dengan yang mampu dibayar kalangan berada.
Tercatat, 96,8 juta jiwa yang masuk kategori miskin dan rentan akan dijamin biaya asuransinya setiap tahun.
Inilah bukti bahwa di bawah kepemimpinan Prabowo, kesehatan bukanlah komoditas, melainkan hak yang harus dipenuhi negara.
Dalam politik, seringkali janji hanya berakhir di podium.
Namun, kali ini, komitmen itu terwujud dalam rancangan anggaran yang konkret dan berpihak.
Dengan langkah ini, Indonesia bergerak menuju masa depan di mana tak ada lagi anak yang gagal tumbuh karena gizi buruk, tak ada lagi keluarga yang jatuh miskin karena biaya berobat, dan tak ada lagi rakyat yang merasa terabaikan.
Prabowo telah menyalakan obor harapan bagi kesehatan bangsa—dan kini, kita semua adalah saksi sekaligus penjaga nyalanya.
Oleh Dede Prandana Putra (Pemerhati Sosial-Politik)