Indonesia menghadapi tahun 2025 dengan bayang-bayang krisis ekonomi yang memprihatinkan. Warisan beban ekonomi dari pemerintahan sebelumnya menjadi tantangan berat bagi Presiden Prabowo Subianto.
Dengan utang pemerintah yang mencapai Rp8.461,93 triliun dan beban utang BUMN sebesar Rp2.920 triliun, tekanan ekonomi terasa semakin nyata.
Namun, ini bukan saatnya berputus asa. Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, kita memiliki peluang untuk bangkit. Kunci keberhasilan ada pada keberanian mengambil langkah-langkah strategis dan reformasi besar-besaran.
Kebijakan populis, seperti kenaikan gaji guru, makan gratis, dan pembangunan rumah rakyat, adalah program yang mulia. Namun, harus dijalankan dengan efisiensi anggaran dan keberpihakan nyata kepada rakyat.
Penghematan, termasuk penghentian perjalanan dinas luar negeri sementara, adalah langkah penting yang harus dilanjutkan.
Selain itu, pemberantasan korupsi adalah agenda mendesak. Korupsi telah menjadi kanker yang menggerogoti ekonomi Indonesia selama bertahun-tahun.
Presiden Prabowo harus memimpin dengan tegas, menunjukkan bahwa tidak ada tempat bagi penyelewengan dalam pemerintahannya. Kasus-kasus besar yang selama ini dibiarkan menggantung harus segera dituntaskan.
Ekonom Sutardjo Tui telah memperingatkan, tanpa pengelolaan yang baik, nilai tukar rupiah bisa terjun ke Rp20.000 per dolar AS, menambah beban rakyat melalui kenaikan harga barang impor.
Oleh karena itu, kebijakan ekonomi Presiden Prabowo harus berfokus pada kemandirian ekonomi, mengurangi impor, dan memperkuat industri dalam negeri.
Optimisme yang disuarakan Presiden dalam pidato pertamanya harus menjadi semangat bersama. Kita tidak boleh kalah oleh tantangan. Dengan keberanian melawan korupsi, efisiensi anggaran, dan kerja sama seluruh elemen bangsa, Indonesia mampu mengatasi ancaman krisis dan melangkah menuju kejayaan.
Masa depan yang cerah ada di tangan kita, jika kita bersatu dan bekerja keras di bawah kepemimpinan yang kuat dan berkomitmen.
Oleh Fauzaki Ramadhan (Pemerhati Ekonomi)