TajukPolitik – Ketum PAN Zulkifli Hasan menyebut presiden Jokowi mengomandoi Koalisi Besar yang digagas oleh lima partai, yakni Partai Gerindra dan PKB (Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya), serta Partai Golkar, PAN, dan PPP (Koalisi Indonesia Bersatu).
Saat pertemuan pertama lima partai ini, Presiden Jokowi turut hadir. Belakangan, Ketum PAN Zulkifli Hasan saat bertemu Prabowo menegaskan koalisi besar ini dikomandoi orang nomor satu di Indonesia itu.
Menanggapi hal tersebut, politikus Partai Demokrat, Benny K Harman, menyampaikan kritikannya. Dia menegaskan bahwa tugas negara adalah menyukseskan Pemilu, bukan jadi tim sukses calon tertentu.
Karenanya, Benny menyebut tugas presiden sebagai Kepala Negara adalah untuk menyukseskan Pemilu.
“Jangan jadi tim sukses presiden dan atau Capres atau Cawapres,” ungkapnya, dikutip dari cuitannya di Twitter, Selasa (11/4).
“Tugas negara menyiapkan Pemilu agar sukses. Presiden jangan memihak,” sambungnya.
Selain itu, ia mengatakan agar negara menjamin penyelenggara negara independen untuk memastikan Pemilu dan Pilpres bersih, jujur, dan adil.
“Memastikan Pemilu dan Pilpres bersih, jujur dan adil dan para peserta bertarung fair, Presiden juga harus memastikan penyelenggara Pemilu seperti KPU, Banwas, Pemerintah, juga TNI, POLRI, BIN, dan Basarnas juga BUMN dan KPK dan pengadilan benar-benar independen,” jelasnya.
Sementara itu Jamiluddin Ritonga berpendapat partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) sedang ketakutan saat ini.
Wacana pembentukan koalisi besar atau koalisi kebangsaan muncul karena ada kekhawatiran rezim Jokowi bahwa Anies Baswedan akan menang pada Pilpres 2024 nanti.
Ini lantaran dukungan terhadap mantan Gubernur DKI Jakarta itu semakin tidak terbendung di masyarakat.
Dan jika Anies Baswedan menang maka pembangunan yang dilaksanakan saat ini tidak akan dilanjutkan.
“Hal ini memang sudah sering mereka dengungkan. Hal itu menunjukkan, mereka ini terkesan tidak siap dikoreksi,” kata Jamiluddin, Minggu (9/4).
“Padahal, semua tahu, persoalan sosial ekonomi politik itu, sangat dinamis. Karena itu, yang dinilai baik hari ini, belum tentu juga baik pada lima tahun mendatang,” katanya lagi.