TajukNasional Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/BPN), Ossy Dermawan, menerima Laporan Hasil Kajian Sistemik dari Ombudsman Republik Indonesia (ORI) pada Senin (18/11). Kajian ini berfokus pada pencegahan maladministrasi dalam tata kelola industri kelapa sawit, dengan rekomendasi utama menyelesaikan permasalahan tumpang tindih lahan perkebunan kelapa sawit dengan kawasan hutan.
Dalam pertemuan di Kantor Ombudsman RI, Ossy Dermawan menegaskan komitmen Kementerian ATR/BPN untuk bekerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait, termasuk Kementerian Kehutanan dan Kementerian Pertanian, guna mencari solusi komprehensif atas permasalahan ini.
“Kita perlu mengedepankan sinergi antarinstansi, menghilangkan ego sektoral, dan fokus pada visi besar Presiden Prabowo untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Saya percaya setiap permasalahan pasti memiliki solusi,” ujar Ossy.
Kolaborasi untuk Solusi Tumpang Tindih Lahan
Ossy menjelaskan bahwa masalah tumpang tindih lahan kelapa sawit yang masuk dalam kawasan hutan menjadi kewenangan Kementerian Kehutanan, sesuai peraturan yang berlaku. Namun, jika lahan sawit tersebut telah memiliki hak atas tanah, Kementerian ATR/BPN akan mengambil peran lebih aktif dalam koordinasi penyelesaiannya.
“Jika kebun sawit tersebut belum memiliki hak atas tanah, maka ini menjadi domain Kementerian Kehutanan. Namun, jika hak atas tanah sudah ada, kami akan menjalin koordinasi erat dengan Kementerian Kehutanan untuk mencari terobosan penyelesaian,” jelasnya.
Potensi Industri Sawit dalam Mendorong Ekonomi Nasional
Kajian Ombudsman RI yang disampaikan oleh Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, menggarisbawahi potensi besar industri kelapa sawit untuk mendorong ekonomi nasional. Menurut Yeka, dengan perbaikan tata kelola, nilai kapasitas industri sawit bisa meningkat signifikan, dari Rp729 triliun menjadi Rp1.008 triliun, atau tambahan sekitar Rp300 triliun.
“Kenaikan ini menunjukkan bahwa perbaikan tata kelola sawit bukan hanya penting untuk menghindari maladministrasi, tetapi juga memberikan dampak besar bagi pertumbuhan ekonomi,” ungkap Yeka.
Ossy Dermawan menilai kajian sistemik ini sebagai langkah penting untuk menjadikan sawit sebagai salah satu komoditas unggulan yang mampu memberikan dampak nyata terhadap kesejahteraan masyarakat. Ia juga menyebutkan bahwa industri sawit merupakan salah satu elemen strategis untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8%, sebagaimana yang dicanangkan Presiden Prabowo.
“Industri sawit yang dikelola dengan baik akan menjadi salah satu pilar utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” ujar Ossy.
Pertemuan ini juga dihadiri oleh Direktur Pengaturan dan Penetapan Hak atas Tanah dan Ruang, Hasan Basri, serta pimpinan dari berbagai kementerian dan lembaga terkait. Mereka turut menerima rekomendasi dari Ombudsman RI untuk perbaikan tata kelola sawit sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Kolaborasi lintas sektor yang dibangun melalui rekomendasi Ombudsman diharapkan dapat membawa perubahan signifikan pada industri kelapa sawit, meningkatkan daya saingnya di pasar internasional, sekaligus menjadikannya pendorong utama pertumbuhan ekonomi nasional.