TajukNasional Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/BPN), Ossy Dermawan, menegaskan pentingnya kerja sama lintas sektor dalam mendukung keberhasilan Reforma Agraria. Hal ini disampaikan dalam pidato kunci pada Asia Land Forum 2025 yang mengangkat tema “Securing Land Rights for a Sustainable and Equitable Future”, di Mercure Jakarta Batavia, Rabu (19/2/2025).
Wamen ATR/BPN Ossy Dermawan menyoroti bahwa tanah merupakan sumber daya terbatas yang semakin sulit diakses seiring dengan pertumbuhan populasi dan meningkatnya permintaan atas lahan untuk berbagai kepentingan.
“Tanah adalah aset yang semakin langka, sementara kebutuhan masyarakat terus meningkat. Oleh karena itu, Reforma Agraria harus menjadi prioritas untuk memastikan keadilan dan keberlanjutan dalam pengelolaan tanah,” ujar Wamen Ossy.
Ia menjelaskan bahwa Indonesia memiliki sekitar 190 juta hektare lahan, dengan sekitar 120 juta hektare berupa kawasan hutan dan 70 juta hektare lainnya di bawah kewenangan Kementerian ATR/BPN. Dari total tersebut, hampir 56 juta hektare atau sekitar 80 persen telah terdaftar dan tersertifikasi.
Meski demikian, Wamen Ossy mengakui masih banyak tantangan dalam pengelolaan tanah, seperti ketimpangan kepemilikan, tumpang tindih peruntukan lahan, dan konflik agraria. Oleh sebab itu, ia menekankan pentingnya peran berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, sektor swasta, dan organisasi masyarakat sipil (CSO), dalam mencari solusi bersama.
“Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Dukungan dari berbagai pihak, terutama CSO, sangat penting dalam menyelesaikan konflik agraria dan memastikan reforma agraria berjalan dengan baik,” tambahnya.
Dalam kesempatan tersebut, ia juga menyoroti peran Kebijakan Satu Peta (One Map Policy) sebagai salah satu langkah strategis dalam mengurangi tumpang tindih penggunaan lahan. Kebijakan ini bertujuan untuk menyelaraskan peta antar-kementerian dan sektor guna meminimalisir konflik agraria yang sering terjadi.
“Menyelaraskan data spasial antar sektor sangat krusial dalam pelaksanaan Reforma Agraria. Dengan adanya satu peta yang terintegrasi, kita dapat menghindari sengketa lahan yang berlarut-larut,” jelasnya.
Selain itu, Wamen ATR/BPN mengapresiasi kemajuan yang telah dicapai dalam penyelesaian lokasi prioritas Reforma Agraria. Dari 70 lokasi yang ditargetkan, sebanyak 15.725 bidang tanah di 26 lokasi telah berhasil diselesaikan melalui kolaborasi antara pemerintah dan organisasi masyarakat sipil.
Sebagai langkah konkret dalam memperkuat komitmen bersama, forum ini turut menggelar penandatanganan Joint Statement oleh perwakilan pemerintah dan organisasi masyarakat sipil. Pernyataan bersama ini menegaskan komitmen untuk mempercepat implementasi Reforma Agraria, membangun desa berbasis koperasi rakyat, serta meningkatkan kedaulatan pangan dan pengentasan kemiskinan.
Hadir dalam forum ini, Direktur Jenderal Penataan Agraria Yulia Jaya Nirmawati, yang juga menjadi narasumber dalam diskusi panel, serta sejumlah Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama di lingkungan Ditjen Penataan Agraria. Asia Land Forum 2025 diharapkan menjadi momentum bagi negara-negara di Asia untuk memperkuat kebijakan pengelolaan tanah yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan berkeadilan.