TajukNasional Vonis 6,5 tahun penjara terhadap Harvey Moeis dalam kasus korupsi tata niaga timah menuai kritik tajam. Politikus Partai Demokrat, Yan Harahap, menyebut hukuman tersebut sangat tidak layak, mengingat kerugian negara yang mencapai Rp300 triliun.
“Sungguh amat menghina akal sehat. Dengan dampak besar yang ditimbulkan oleh korupsi ini, hukuman yang dijatuhkan sama sekali tidak mencerminkan kejahatan luar biasa,” ujar Yan, Sabtu (28/12).
Yan juga menyoroti bahwa korupsi yang dianggap sebagai extraordinary crime seharusnya dijatuhi hukuman berat untuk memberikan efek jera. Namun, vonis ringan terhadap Harvey dinilai mempertegas anggapan bahwa Indonesia adalah “surga bagi para koruptor.”
Ia menambahkan bahwa di banyak negara, hukuman berat, termasuk hukuman mati, diterapkan untuk koruptor. Sementara itu, di Indonesia, vonis ringan justru memberi ruang bagi para pelaku korupsi untuk menikmati hasil kejahatan mereka.
“Kerugian negara sebesar Rp300 triliun hanya dibayar dengan 6,5 tahun penjara? Dengan potongan remisi dan alasan berkelakuan baik, mungkin dia hanya menjalani sekitar tiga tahun. Tidak heran jika korupsi di Indonesia sulit diberantas,” tegasnya.
Yan juga menyinggung fasilitas istimewa yang kerap dinikmati narapidana korupsi di dalam penjara. “Jika hukuman ringan seperti ini terus terjadi, pemberantasan korupsi akan semakin suram. Bahkan, ini bisa menjadi inspirasi bagi orang lain untuk ikut korupsi,” katanya.
Sebelumnya, Harvey Moeis, suami artis Sandra Dewi, divonis 6,5 tahun penjara dan denda Rp1 miliar di Pengadilan Tipikor Jakarta. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar, dengan ancaman penyitaan aset jika tidak membayar dalam waktu sebulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap.
Harvey dinyatakan bersalah melanggar Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor serta Pasal 3 dan 4 UU Tindak Pidana Pencucian Uang. Namun, hukuman yang dianggap ringan ini telah memicu gelombang kritik dari berbagai pihak, termasuk aktivis antikorupsi dan politisi.