Tajukpolitik – Peneliti Indonesia Correction Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mengatakan pihaknya mengeluarkan empat poin sikap terkait penolakan terhadap sistem pemilu proporsional tertutup.
Pertama, sistem proporsional tertutup menjauhkan partisipasi masyarakat dalam menentukan calon wakilnya di lembaga legislatif.
Kedua, proporsional tertutup sama sekali tidak menghapus tren politik uang, melainkan hanya memindahkan, dari calon ke masyarakat menjadi calon ke partai politik. Sebab, kandidat terpilih bergantung pada nomor urut calon anggota legislatif yang ditentukan sepenuhnya oleh partai politik.
Ketiga, proporsional tertutup membuka ruang terjadinya nepotisme di internal partai politik. Bukan tidak mungkin, calon-calon yang memiliki relasi dengan struktural partai dapat dimudahkan untuk mendapatkan nomor urut tertentu.
Keempat, sistem proporsional tertutup berpotensi menghilangkan relasi dan tanggung jawab anggota legislatif kepada rakyat.
Bagaimana tidak, penentuan akhir keterpilihan calon berada di bawah kekuasaan partai dan oleh karenanya anggota legislatif terpilih hanya akan bertanggung jawab kepada partai politik.
“Bisa dibayangkan, masih dalam tahap pencalonan saja, proses penjaringan calon anggota legislatif terbilang sangat tertutup. Atas dasar itu, tak heran jika kemudian pada 2019 lalu mereka secara serampangan mengusung 72 calon anggota legislatif yang sebelumnya pernah menyandang status sebagai narapidana korupsi,” jelas Kurnia.
Ia menambahkan dengan logika yang sama, tentu sulit menaruh kepercayaan kepada partai politik menentukan sendiri calon terpilih melalui skema proporsional tertutup.