TajukPolitik – Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Muhammad Said Didu mengatakan, menghapus jejak Habibie di bidang Iptek Indonesia oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah langkah berani dan radikal yang dilakukan oleh pejabat yang sombong.
“Karya Habibie terhadap bangsa ini terlalu besar untuk dihapus. Seekor laron kecil tidak akan bisa menggantikan sinar rembulan,” ucapnya dalam unggahannya, yang dikutip tajuknasional.com, Selasa (7/2).
Seperti diketahui BRIN tak menampilkan sosok Bj Habibie dan Soeharto dalam panel fisik berisi sejarah riset dan inovasi Indonesia di kantor BRIN, Jakarta.
Alasannya, keterbatasan ruang (space) yang ada sehingga penjelasan sejarah di sana hanya berfokus pada peristiwa penting, yang secara langsung mendasari pembentukan BRIN.
Dalam kanal YouTube-nya, Said Didu bercerita, dia mengaku meneteskan air mata ketika membaca berita soal tak adanya sosok Habibie yang ditampilkan.
Pasalnya, Said Didu merupakan salah satu orang yang diterima langsung oleh Habibie menjadi karyawan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tahun 1986, saat itu masih kuliah di IPB.
Dia bercerita, awalnya datang di BPPT, alumni pertanian tidak diterima. Saat itu, Said Didu berumur 23 tahun mengirim surat ke Habibie.
“Kata-kata saya begini, ‘Pak Habibie, saya tidak setuju kalau bapak hanya mengembangkan pesawat terbang dan kapal laut karena Indonesia adalah negara pertanian sehingga dibutuhkan bioteknologi. Saya adalah orang yang mempelajari bioteknologi’, itu kata-kata saya, ringkasnya baru saya uraikan apa itu bioteknologi. Setelah itu seminggu kemudian saya didatangi ajudannya ke Bogor disuruh menghadap,” jelasnya.
Said Didu pun diwawancarai dan Habibie menanyakan alasan Said Didu tidak setuju jika mengembangkan pesawat dan kapal laut.
Said Didu menjelaskan bahwa yang ia tidak setujui saat itu jika Habibie hanya mengembangkan pesawat terbang dan kapal.
Setelah itu Said Didu diberikan amanah oleh Habibie untuk mengembangkan pusat bioteknologi di Serpong, sebagai pemegang pusat bioteknologi, setara eselon II di umur 27 tahun.
Bahkan di umur 24 tahun Said Didu memimpin proyek pengembalian 30 juta dolar.
Saat itu ada ratusan kader yang dididik oleh Habibie termasuk Kepala BRIN Laksana Tri Handoko.
“Kepala BRIN ini kan disekolahkan dan diterima oleh Habibie. Disekolahkan kemana, langsung menghilangkan Habibie di sejarah itu,” ucapnya.
Pria kelahiran Pinrang ini mempertanyakan karya Kepala BRIN. Padahal saat itu penghargaan Habibie sangat tinggi terhadap karyawannya.
“Saat itu gaji kita standar Pertamina bukan standar PNS. Baru saat itu kita tinggal 5 hari kerja ada mobil jemputan Mercy paling bagus. Kantor paling bagus jadi penghargaan Habibie terhadap ini semua sangat tinggi. Sekarang Habibie mau dihilangkan. Wahai penguasa, Habibie kau tidak bisa hilangkan di bangsa ini. Beliau mantan presiden yang menyelamatkan demokrasi, menyelamatkan negara ini dari kehancuran ekonomi, menyelamatkan IPTEK, menyelamatkan segala-galanya,” jelasnya.
Di sisi lain Said Didu heran karena Habibie dan keluarga Habibie sampai saat ini adalah pendukung Presiden Joko Widodo garis keras.
Lebih jauh Said Didu menjelaskan, Habibie tak bisa dihilangkan dalam sejarah, karena merupakan kader Mantan Presiden Soekarno.
Pak LT Handoko sebagai kepala BRIN bertanggungjawab dalam penghilangan jejak Pak B.J. Habibie. LTH kan alumni penerima beasiswa ke Jepang yang diinisiasi oleh Pak B.J. Habibie, koq bisa-bisanya ingin menghilangkan jejak sejarah beliau sebagai seorang tokoh Ice-breaker di bidang Kedirgantaraan, juga Riset dan Teknologi Indonesia.
Bangsa yang besar, adalah yang pandai menghargai sejarah dan peran orang-orang besar dan hebat di masa lampau dalam pembangunan negara, bukan sebaliknya ingin menghapus jejak karena kepentingan visi dan misi pribadi ataupun untuk golongan tertentu. Indonesia bisa makin maju seperti sekarang, karena ada kesinambungan pembangunan dan perjuangan oleh banyak tokoh yang dimulai pada masa lampau, bahkan sejak zaman penjajahan.