Senin, 10 Maret, 2025

Soal Formula E, Relawan Anies Baswedan Sebut KPK Tidak Didukung Bukti dan Saksi

TajukPolitik – Isu yang beredar menyebutkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, memaksakan kehendak agar kasus dugaan penyelewengan anggaran Formula E naik ke penyidikan, menjadi pembicaraan publik. Sebab, acara yang dihelat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Juni 2022 dinilai sukses olah banyak pihak.

Alih-alih menegakkan hukum, KPK ditengarai bermuatan politik dalam penanganan kasus tersebut. Pasalnya, dugaan atas penggunaan anggaran di luar ketentuan perundang-undangan penggunaan keuangan tidak memenuhi bukti yang kuat.

Hal tersebut disampaikan juru bicara Rekan Anies, Dedi Satria, dalam siaran persnya yang dikutip pada Minggu (2/10).

“Kuat dugaan KPK sedang berpolitik terkait dengan Pilpres 2024, dimana ada kekuatan politik yang tidak menghendaki Anies Baswedan maju sebagai calon presiden,” kritik Dedi.

Pasalnya, aneh ketika KPK ngotot melakukan penyidikan terhadap sebuah kasus, tetapi tidak ada rekomendasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan).

Sebab, lanjut Dedi, dalam amar putusan Mahkamag Konstitusi (MK) terhadap gugatan pasal 2 dan pasal 3 UU Tipikor, MK mengabulkan permohonan penggugat pada tanggal 25 Januari 2017.

Dalam amar putusan tersebut, MK memutuskan aparat penegak hukum harus membuktikan adanya kerugian negara sebelum dilakukan penyelidikan perkara korupsi. Sebab banyak penyidikan yang sewenang-wenang.

“Ini KPK tidak bisa menentukan adanya kerugian negara, karena tidak ada rekomendasi dugaan kerugian negara dari BPK atau BPKP. Jadi KPK tidak bisa melakukan penyidikan terhadap dugaan korupsi dalam pelaksanaan formula E,” jelas Dedi.

Menurut dia, yang berwenang menentukan kerugian negara adalah BPK lewat hasil audit.

“Ini sesuai dengan UU Nomor 15 tahun 2006 yang mengatur tugas BPK salah satunya adalah pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan pemerintahan,” jelas Dedi.

Selain BPK, bisa juga dilakukan BPKP hal ini sesuai dengan Pasal 2 dan 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 192 Tahun 2014 Tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

“Dalam pepres tersebut disebutkan pelaksanaan audit, review, evaluasi, dan pemantauan,” ujar Dedi.

Dedi memaparkan, tentunya soal kegiatan pengawasan lainnya terhadap perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban akuntabilitas penerimaan negara/daerah dan akuntabilitas pengeluaran keuangan negara/daerah serta pembangunan nasional dan/atau kegiatan lain yang seluruh, atau sebagian keuangannya dibiayai anggaran negara/daerah dan/atau subsidi termasuk badan usaha dan badan lainnya yang didalamnya terdapat kepentingan keuangan atau kepentingan lain dari Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah serta akuntabilitas pembiayaan keuangan negara/daerah.

“Jelas dugaan KPK mempolitisasi hukum jadi nampak, karena justru KPK sendiri yang terus memaksakan agar kasus dugaan korupsi penyelenggaraan Formula E naik ke penyidikan dan menjadikan Anies sebagai tersangka”, ungkap Dedi.

- Advertisement -spot_imgspot_img
Berita Terbaru
- Advertisement -spot_img
Berita Lainnya
Rekomendasi Untuk Anda
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini