TajukNasional Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak gugatan yang meminta penghapusan kolom agama dalam e-KTP dan syarat sah perkawinan.
Dalam putusannya, MK menegaskan bahwa setiap warga negara harus memiliki agama atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan keyakinan masing-masing.
Keputusan ini diumumkan oleh Hakim Konstitusi, Arief Hidayat, pada Jumat (3/1) di Gedung MK, Jakarta Pusat.
Arief Hidayat menjelaskan bahwa kebebasan beragama atau berkepercayaan merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan karakter bangsa Indonesia.
Dalam hal ini, setiap individu memiliki hak untuk memilih agama atau kepercayaan yang diyakini, dan hal itu harus dihormati dalam hukum positif negara.
“Pembatasan kebebasan beragama yang mewajibkan setiap warga negara untuk memiliki agama atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah proporsional dan tidak bertentangan dengan Konstitusi,” ujar Arief.
Putusan ini berawal dari gugatan yang diajukan oleh dua warga, Raymond Kamil dan Indra Syahputra. Mereka menggugat sejumlah pasal dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan (Adminduk), yang mengatur kewajiban bagi setiap warga negara untuk mencantumkan agama atau kepercayaan dalam administrasi kependudukan.
Para pemohon berpendapat bahwa aturan ini merugikan hak konstitusional mereka yang tidak memeluk agama atau kepercayaan.
Namun, MK menilai bahwa kewajiban mencantumkan agama dalam administrasi kependudukan tidak melanggar hak asasi manusia, melainkan bertujuan untuk memfasilitasi dan mewujudkan karakter bangsa yang berdasarkan pada kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Selain itu, keputusan ini juga mengacu pada pembatasan hak konstitusional yang diatur dalam Pasal 28J ayat (2) UUD 1945, yang memperbolehkan pembatasan hak asasi selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar bangsa.