Tajukpolitik – Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Harif Fadhilah, mengutuk kebijakan pemerintah menghapus Mandatory Spending atau kewajiban pengeluaran negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diusulkan minimal 10 presen dari APBN.
Hal tersebut diungkapkan oleh Harif dalam orasinya bersama ratusan massa dari berbagai organisasi profesi kesehatan lakukan demonstrasi menolak pengesan Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan, di Gedung DPR RI, Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakarta, pada Selasa (11/7).
Selain Mandatory Spending, Harif menyebut RUU Kesehatan juga memberikan kesan bahwa pemerintah pro terhadap investasi asing di bidang kesehatan.
“Kedua, RUU (Kesehatan) ini memberikan kesan bahwa pro investasi asing di bidang kesehatan,” kata Harif.
Padahal, kata Harif, lulusan perawat yang setiap tahunnya mencapai 75 ribu orang saja penyerapan tenaga kerjanya hanya mencapai 10 persen. Nasib mereka ini bisa terancam kalau RUU Kesehatan disahkan.
“Bagaimana bisa memudahkan tenaga-tenaga kesehatan asing untuk ikut masuk ke Indonesia? Nah ini yang memberikan suatu dampak yang luar biasa terhadap profesi perawat,” tegas Harif.
Selain itu, Harif juga menyebut terdapat beberapa UU yang berkenaan dengan organisasi kesehatan seperti UU Perawat, UU Kebidanan, hingga UU Praktik Kedokteran dihapus dengan adanya RUU Kesehatan.
“Saya ambil contoh misalnya UU Perawat itu mengatur tentang praktik perawat di mana, bagaimana, mengatur pengembangan profesi perawat, itu semuanya hilang, hilang dari UU ini!” sesal Harif lagi.
“Katanya mau diatur di PP? Kapan ngaturnya, lalu bagaimana ngaturnya? Berarti undang-undang semakin tidak jelas untuk profesi perawat ke depan,” pungkas Harif.
Untuk diketahui, RUU Kesehatan akhirnya disahkan menjadi UU Kesehatan dalam sidang paripurna DPR RI, pada Selasa (11/7). Dari sembilan fraksi di DPR, hanya 2 fraksi yaitu Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolak pengesahan RUU Kesehatan.