Jumat, 22 November, 2024

Semprot Luhut, Ubedillah Badrun Sebut Pernyataan Terkait OTT KPK Bahaya Bagi Bangsa

Tajukpolitik – Pengamat politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedillah Badrun, menyebut pernyataan Menko Marvest, Luhut Binsar Pandjaitan (LBP), terkait kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) KPK dianggap sebagai narasi ganda yang berbahaya.

“Mohon maaf saya harus katakan narasi Luhut Binsar Pandjaitan itu narasi ganda yang berbahaya bagi pembangunan kesadaran etik berbangsa dan bernegara yang ingin menghadirkan good governance,” tegasnya, Rabu (21/12).

Ubedillah mengatakan pernyataan LBP tentang “kalau mau bersih-bersih amat di surga sajalah kau. Jadi, KPK pun jangan pula sedikit-sedikit, tangkap-tangkap, itu enggak bagus juga buat negeri ini jelek banget. Tapi kalau kita digitalize, siapa yang mau melawan kita?” berbahaya bagi kesadaran etik berbangsa dan bernegara.

Ia menilai pernyataan narasi ganda yang berbahaya itu disebabkan semacam ada dua narasi, di satu sisi menghendaki kebaikan tentang pentingnya digitalisasi birokrasi, tetapi di sisi lain nampak menolak OTT yang dilakukan oleh KPK.

“Padahal OTT itu otoritas KPK yang merupakan penegakan hukum sebagai bagian penting dari pemberantasan korupsi yang memiliki efek jera,” terang Ubedilah.

Selain itu, menurutnya narasi ganda LBP tersebut berbahaya karena seolah membolehkan praktik korupsi, karena LBP mengatakan “kalau mau bersih di surga aja”.

“Narasi ini tidak etis disampaikan pejabat publik apalagi disampaikan di hadapan publik. Pejabat publik itu diikat oleh public etis yang secara moral juga memiliki kewajiban untuk menjaga hal etis bernegara di hadapan publik. Jika tidak seperti itu sebaiknya tidak perlu jadi pejabat publik,” jelasnya.

Padahal, tambahnya, narasi pejabat publik di area publik memiliki efek pendidikan kepada generasi muda. Sehingga, pernyataan LBP tersebut tidak bagus untuk edukasi kesadaran etis berbangsa dan bernegara untuk generasi muda.

“Perlu diingatkan juga bahwa dalam soal korupsi skor indeks korupsi kita masih merah di bawah 50 yaitu 38. Artinya korupsi di negeri ini masih merajalela dan di tengah merajalelanya korupsi malah pejabat publiknya mengatakan sesuatu yang justru bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi,” ungkapnya.

Ia melanjutkan padahal pemerintah dan semua pihak menginginkan agar good governance di Indonesia terwujud. Yakni, suatu pemerintahan yang di antaranya menjalankan prinsip transparency dan follows the rule of law.

“Nah narasi Luhut itu bertentangan dengan prinsip-prinsip good governance itu. Jadi hati-hatilah Pak Luhut bicara seperti itu, berbahaya loh efeknya,” pungkasnya.

- Advertisement -spot_imgspot_img
Berita Terbaru
- Advertisement -spot_img
Berita Lainnya
Rekomendasi Untuk Anda
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini