TajukPolitik – Pengamat Politik dan Ekonomi Anthony Budiawan, angkat suara soal wacana penundaan Pemilu dan kemungkinan perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi yang kembali mencuat.
Menurut Anthony, di belahan dunia manapun, tidak ada perpanjangan masa jabatan Presiden. Justru, kata dia. Yang umum adalah memperpendek masa jabatannya.
“Kalau kedaulatan rakyat menghendaki. Artinya minta presiden mundur atau upaya percepatan pemilu adalah sah. Keduanya memperpendek masa jabatan presiden,” ujar Anthony dikutip dari unggahan twitternya, @AnthonyBudiawan (20/12).
Kurang lebih sama seperti Jokowi. Presiden Peru, Dina Boluarte, menolak mundur dari jabatannya di tengah gelombang demonstrasi yang tak kunjung berhenti. Namun, Dina meminta parlemen mempercepat pemilihan umum.
“Apa yang bisa diselesaikan dengan pengunduran diri saya? Kami akan terus di sini sampai Kongres memutuskan untuk mempercepat pemilu,” ujar Boluarte, seperti dikutip AFP, Selasa (20/12).
Sehari sebelumnya, Ketua Dewan Perwakilan Peru, Jose Williams, mengatakan bahwa masalah percepatan pemilu mungkin akan dibahas dalam sesi selanjutnya di Kongres.
Sejatinya, Peru seharusnya menggelar pemilu pada 2026. Guna meredam amarah demonstran,Boluarte sempat mengajukan percepatan pemilu menjadi 2024.
Meski demikian, para pengunjuk rasa mendesak pemilu digelar sesegera mungkin. Boluarte pun kembali mengajukan usulan untuk mempercepat pemilu menjadi Desember 2023.
Mengenai keinginan relawan Jokowi ini, Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun angkat suara. Menurutnya relawan Jokowi ini secara tidak langsung menyamakan jabatan presiden dengan kontrak kerja.
“Baru-baru ini Jokowi Center meminta perpanjangan masa jabatan dua tahun karena pemerintahan Jokowi dua tahun habis untuk pandemi,” jelas Refly melalui kanal Youtube miliknya, dikutip Selasa (20/12/22).
“Bayangkan, dia melihat masa jabatan presiden seperti kontrak kerja yang minta diperpanjang, ini demokrasi bung, enough is enough,” tegas Refly.
Refly melihat pernyataan tersebut dan sejenisnya adalah upaya melenggangkan kekuasaan agar bisa berlanjut setelah 2024 lewat wacana yang lebih besar yakni tiga periode. Refly mengungkapkan bahwa mereka cukup sadar menyuarakan tiga periode sama dengan melanggar UU, karenanya mengusahakan perpanjangan masa jabatan presiden.
Jika tidak memungkinkan menggunakan perpanjangan masa jabatan, maka menurut Refly diusahakan lah presiden setelahnya adalah sosok yang bisa menjamin kelangsungan, keamanan, dan hal lain terkait kekuasaan saat ini, alias memastikan “Capres Boneka” bisa menang.