TajukPolitik – Netizen Indonesia memuji kemampuan bahasa Inggris Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) saat berpidato.
Belum lama ini beredar video yang membandingkan kemampuan bahasa Inggris Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan Ketua DPR sekaligus Kader PDIP Puan Maharani.
Video itu diunggah oleh akun Instagram @shortnewsid. Pada sesi pertama menampilkan AHY yang tampaknya lebih lancar berbahasa inggris.
Dalam pernyataannya itu ia membahas masalah lingkungan atau Krisis Global.
“In Global Crisis, there is no north and south, no developed and developing nation, no rich and poor contries..,” kata AHY dalam penggalan pidatonya.
Pada sesi kedua menampilan Puan Maharani yang saat itu berbicara dalam sebuah acara menggunakan bahasa inggris. Saat menyebut proliferation ia terbata-terbata.
“profil.. peras… profiliferation (proliferation)… of fake news” ujarnya.
Kemampuan berbahasa inggris dua elite politik ini jadi perbandingan netizen. Mereka memiliki pandangan masing-masing terkait skill AHY dan Puan. Diantaranya menilai seorang pemimpin harus jago berbahasa.
“Waduh mau jadi pemimpin ngomong Inggrisnya aja ke sodoran …..kelihatan cuma JAGO KANDANG,” tulis rizq***
“Emang beda standard si biru dan si merah (parah),” kata arw***
“AHY Cocok jadi wapres.. Pa Anis..,” tulis asepkurn***
Kemampuan AHY memang tidak perlu diragukan, sudah banyak agenda pertemuan dengan tokoh luar negeri yang tentunya menggunakan bahasa Inggris. Terbaru AHY mendapat sambutan hangat dari para akademisi ahli Indonesia (Indonesianist) dalam kunjungannya selama seminggu di Australia.
Di Canberra, AHY memenuhi undangan diskusi dari Prof. Edward Aspinall dan Dr. Eve Warburton di Australia National University (ANU). Diskusi ini berlangsung hangat dan informal namun tertutup.
Turut hadir Prof. Hal Hil, beberapa akademisi Australia lainnya maupun sejumlah mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh program doktor.
Di Melbourne, AHY diterima oleh pimpinan Monash University serta berdiskusi dengan Herb Feith Center, yang didirikan sebagai penghormatan pada mendiang Prof. Herbert Feith, perintis studi tentang Indonesia di Australia, yang meninggal di Yogyakarta.
Berkat rintisan Prof. Feith, studi tentang Indonesia berkembang pesat, serta meluas ke berbagai universitas lainnya di Australia.