Jumat, 22 November, 2024

Protes Penolakan Proyek Taman Hiburan di Kawasan Gunung Batur, Warga Kintamani Hadang Alat Berat

TajukPolitik Puluhan warga Desa Batur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali, melakukan aksi protes dengan mengadang alat berat milik PT Tanaya Pesona Batur (TPB) yang hendak meratakan lahan untuk pembangunan taman hiburan di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Batur Bukit Payang.

Aksi ini berlangsung pada Selasa (17/10) dan dipicu oleh ketidakpuasan warga terhadap proyek yang dianggap mengancam sumber mata pencaharian mereka. Warga, yang mayoritas petani, berbondong-bondong meninggalkan pekerjaan mereka demi menghentikan alat berat yang mulai beroperasi sejak pukul 09.30 WITA.

Salah satu warga, Ni Kadek Suryani, seorang petani yang lahannya ditanami bawang, kol, terong, dan cabai, menyatakan bahwa mereka terpaksa menghentikan pekerjaan sehari-hari demi mempertahankan lahan yang menjadi sumber penghidupan.

“Kami meninggalkan tanaman yang sedang kami siram setelah mendapatkan informasi bahwa alat berat akan turun pada pukul 10.00 WITA,” kata Suryani melalui pernyataan yang disampaikan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali.

Lahan yang menjadi lokasi proyek taman hiburan tersebut telah dikelola oleh warga setempat secara turun-temurun sejak tahun 1930. Warga juga diberi kepercayaan oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) pada tahun 1996 untuk menanami kawasan tersebut dengan pohon kayu putih secara kolektif. Namun, sejak pengelolaan kawasan TWA beralih kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali pada tahun 2014, muncul permasalahan terkait izin pembangunan taman hiburan yang diberikan kepada PT TPB.

Penolakan keras dari warga terhadap proyek ini terlihat jelas ketika mereka dengan tegas menolak menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang diajukan oleh pihak perusahaan. Meskipun demikian, perusahaan tetap berusaha melanjutkan proyek berbekal surat izin yang telah disahkan oleh BKSDA Bali. Warga merasa bahwa keputusan ini dilakukan tanpa melibatkan mereka secara keseluruhan, sebab pertemuan dan sosialisasi hanya diarahkan kepada beberapa pihak dari Kelompok Sadar Wisatawan (Pokdarwis) Ampupu Kembar, yang tidak mewakili seluruh kepentingan warga.

“Kami hidup dari lahan ini. Kami yang menggarapnya hingga anak-anak kami dewasa. Tapi kenapa mereka seenaknya memberikan lahan ini kepada pihak perusahaan untuk membangun resort? Lalu kami harus ke mana?” ujar Suryani dengan nada getir.

Penolakan keras dari warga didukung oleh LBH Bali yang mendesak KLHK untuk segera mencabut izin proyek tersebut. Direktur LBH Bali, Rezky Pratiwi, mengkritik tindakan PT TPB yang dinilai melakukan praktik *green grabbing*—suatu bentuk perampasan tanah dan sumber daya alam dengan dalih konservasi lingkungan untuk kepentingan bisnis pariwisata. Rezky juga menyebut bahwa warga tidak pernah diberi kesempatan untuk menyatakan persetujuan atau ketidaksetujuan mereka terhadap proyek yang dapat menggusur mereka dari tanah yang telah menjadi sumber mata pencaharian selama bertahun-tahun.

“Warga masih terus bertahan meski ada upaya kriminalisasi dan ancaman tersisih dari hutan yang merupakan sumber penghidupan mereka,” kata Rezky dalam siaran persnya pada Jumat (13/10).

Proyek pembangunan taman hiburan di kawasan Gunung Batur ini telah memicu ketegangan yang berujung pada konflik antara warga lokal dan pihak perusahaan, di mana warga terus berjuang mempertahankan hak atas tanah yang mereka kelola.

- Advertisement -spot_imgspot_img
Berita Terbaru
- Advertisement -spot_img
Berita Lainnya
Rekomendasi Untuk Anda
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini