TajukPolitik – Presiden Joko Widodo (Jokowi) berulang kali menyinggung soal anggaran subsidi BBM (Bahan Bakar Minyak) yang terus membengkak hingga 502 triliun. Ini terjadi karena mahalnya harga energi dunia dan nilai tukar Rupiah yang melemah atau tidak seperti yang direncanakan pemerintah dalam APBN 2022.
“Perlu kita ingat subsidi terhadap BBM sudah terlalu besar dari Rp 170 (triliun) sekarang sudah Rp 502 triliun, negara mana pun tidak akan kuat menyangga subsidi sebesar itu, tapi alhamdulilah kita sampai saat ini masih kuat ini yang perlu kita syukuri,” kata Jokowi beberapa waktu lalu.
Menanggapi hal ini, Pengamat Ekonomi Fahmi Radhi mengatakan, subsidi BBM tak membengkak hingga Rp502 triliun. Sebab menurutnya, realisasi hingga Juli 2022 hanya Rp88 triliun untuk BBM, elpiji, dan listrik.
“Saya menggunakan data yang cukup valid. Subsidi itu membengkak Rp 502 triliun itu tidak benar. Karena itu merupakan anggaran subsidi dan kompensasi,” ucap Fahmi, Jakarta, Senin (29/8).
Fahmi merincikan realisasi hingga per Juli 2022 sebesar Rp 88,7 triliun, sedangkan untuk subsidi BBM saja sebesar Rp 66,2 triliun hingga Juli 2022. “Saya tidak tahu untuk kompensasi datanya, yang saya tahu hanya untuk subsidi. Jadi kalau dikatakan subdisnya membengkak jadi 502 Triliun itu tidak benar,” tugasnya.
Dia juga menanggapi ungkapan Direktur Utama PT Pertamina, Nicke Widyawati yang mengatakan BBM di Indonesia itu termasuk yang termurah di dunia dan untuk itu pemerintah mensubsidikan luar biasa besar. Subsidi Pertamina dan Petronas jauh lebih murah dibandingkan dengan pertamina.
Tetapi Bambang Haryo Sukartono terbang ke Malaysia untuk survei harga BBM di Malaysia. Dia mengungkapkan bahwa memang harga BBM di Malaysia jauh lebih murah dibandingkan Indonesia. Namun demikian dia menyatakan bahwa subsidi di Malaysia tidak besar.
Fahmi mengatakan harga BBM Indonesia dibandingkan dengan negara Singapura, Thailand, Filipina, Eropa, dan lainnya memang benar harga BBM Indonesia sangat murah. Walaupun begitu, harga BBM Malaysia khususnya Pertamax hanya Rp6.500 sedangkan di Indonesia Rp 12.500.
“Kalau dibandingkan dengan Malaysia memang lebih murah, artinya subsidi yang diberikan pemerintah Malaysia itu memang lebih besar tapi itu hanya dengan Malaysia,” terang Fahmi.
Pemberian subsidi Malaysia, dikarenakan pendapatan negaranya jauh lebih besar dibandingkan dengan Indonesia dan jumlah penduduk yang tidak terlalu besar.
“Singapura, Vietnam, Thailand dan beberapa negara lainnya menganut kapitalisme, semua komoditas disesuaikan dengan harga pasar tanpa memberikan subsidi tetapi kalau Malaysia dan indonesia tidak pure kapitalisme sehingga harus ada subsidinya. Jadi saya setuju saja,” tambahnya.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo mencatat bahwa jumlah total subsidi dan kompensasi sektor energi tahun 2022 mencapai Rp502,4 triliun. Jumlah ini cukup tinggi karena Pertamina dan PLN sebagai perusahaan yang bidang energi di dalam negeri tak bisa menjual sesuai harga keekonomian. Maka pemerintah perlu menggelontorkan dana untuk menutup selisih dari harga tersebut.
Yustinus menyebut, di 2022 pemerintah dan DPR Ri telah menyepakati adanya tambahan subsidi energi dari alokasi awal sebesar Rp152 triliun. Ada tambahan sekitar Rp74,9 triliun yang dibagi pada subsidi BBM Rp71,8 triliun dan subsidi listrik Rp3,1 triliun.
“Sebagian besar adalah kompensasi karena Pertamina dan PLN tak bisa menjual pada harga pasar, tetapi harus menjual pada harga yang ditentukan, tidak pada harga keekonomian, maka diberikan kompensasi yang cukup besar,” katanya dalam Webinar Sukse3s, Rabu (29/6).
Dia merinci, kompensasi BBM pada 2022 di antaranya tambahan kompensasi tahun 2022 sebesar Rp216,1 triliun. Ini dibagi kepada BBM sebesar Rp194,7 triliun dan kompensasi listrik Rp21,4 triliun. Lalu, ada kurang bayar kompensasi sampai 2021 sebesar Rp108,4 triliun. Dengan pembagian kepada BBM Rp83,8 triliun, dan listrik Rp24,6 triliun.
Sementara itu, pemerintah berencana melakukan pembayaran kompensasi tahun 2022 sebesar Rp275 triliun. Dengan pembagian untuk BBM Rp234 triliun dan listrik Rp41 triliun. Dengan begitu, total kompensasi tahun 2022, menurut data yang ditampilkannya menjadi Rp293,5 triliun dengan rincian BBM Rp252,5 triliun dan listrik Rp 41 triliun.