TajukPolitik – Rencana pemerintah memberikan insentif atau subsidi kendaraan listrik menuai protes dan cibiran dari masyarakat. Kebijakan tersebut sudah melukai rakyat kecil yang subsidinya dicabut.
Kebijakan ini juga dikhawatirkan menimbulkan masalah baru seperti kemacetan dan kecelakaan.
Sebelumnya pemerintah menyatakan akan menyiapkan insentif Rp 5 triliun. Rencananya, insentif itu untuk pembelian mobil listrik Rp 80 juta, mobil listrik hybrid Rp 40 juta, motor listrik Rp 8 juta, dan konversi motor listrik Rp 5 juta.
“Sesungguhnya kebijakan yang tengah diformulasikan pemerintah saat ini masih kurang tepat, karena bisa menimbulkan masalah baru seperti kemacetan dan kecelakaan lalu lintas. Ada baiknya kebijakan tersebut ditinjau ulang disesuaikan dengan kebutuhan dan visi ke depan transportasi Indonesia,” kata Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno dalam keterangannya, Selasa (27/12).
Menurut Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata ini, harapan agar masyarakat meninggalkan kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik diperkirakan tidak terjadi dengan kebijakan insentif yang disiapkan pemerintah.
“Justru, insentif hanya menambah jumlah kendaraan di jalan dengan kendaraan listrik. Karena itu, kemacetan diperkirakan semakin parah,” ujarnya.
Namun, kata dia, jika insentif diberikan kepada kendaraan umum, maka macet, polusi dan kecelakaan akan teratasi sekaligus.
“Insentif kendaraan listrik semestinya dialokasikan untuk pembelian bus listrik untuk angkutan umum. Hal ini akan mendorong penggunaan angkutan umum yang nyaman dan ramah lingkungan, dominasi kendaraan pribadi sekaligus dikurangi,” jelasnya.
Djoko menjelaskan, Indonesia sedang mengalami krisis transportasi umum. Sudah banyak transportasi umum yang tidak beroperasi di banyak daerah di Indonesia. Andaikan masih ada hanya angkot-angkot sisa yang sudah tidak laik operasi.
Hal yang sama juga terjadi dengan angkutan pedesaan. Angkutan pedesaan yang cukup marak sebelum tahun 2000-an, sekarang sudah banyak desa-desa yang tidak memiliki angkutan pedesaan. Dampaknya, para pelajar yang berada di pedesaan menuju sekolahnya beralih menggunakan sepeda motor. Demikian pula halnya terjadi di wilayah perkotaan yang sudah punah layanan transportasi umumnya.
“Memiliki sepeda motor seolah sudah menjadi kebutuhan dasar selain sandang, pangan dan perumahan. Buruknya layanan angkutan umum, menjadikan sepeda motor alat transportasi yang diandalkan masyarakat dalam aktivitas keseharian,” ungkapnya.
Di sisi lain, dengan maraknya penggunaan sepeda motor telah menyebabkan tingginya angka kecelakaan sepeda motor. Data dari Korlantas Polri 2020, angka kecelakaan sepeda motor mencapai 80%, angkutan barang 8%, bus 6%, mobil pribadi 2%, dan lainnya 4%.