TajukNasional Presiden Prabowo Subianto dijadwalkan segera meresmikan peluncuran lembaga investasi baru Danantara, Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara.
Lembaga ini akan menjadi embrio superholding yang menaungi tujuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) strategis dan memiliki target dana kelolaan awal sekitar Rp9.500 triliun. Danantara diharapkan menjadi pusat pengelolaan aset dan investasi nasional yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Menanggapi pembentukan Danantara, Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Sartono Hutomo, menyampaikan pandangan penting mengenai pemisahan dan pemetaan aset BUMN dalam skema baru ini. Ia menegaskan bahwa pemisahan aset BUMN dengan badan pengelola seperti Danantara sangat krusial untuk menjaga transparansi dan integritas pengelolaan keuangan negara.
“Pemisahan aset dengan BUMN adalah poin utama dalam pembentukan BPI Danantara. Hal ini perlu diperhatikan agar dividen yang seharusnya menjadi bagian dari pendapatan negara melalui APBN tidak tercampur dalam pencatatan Danantara,” ujar Sartono pada Rabu (6/11/2024).
Ia juga menyoroti pentingnya landasan hukum yang kokoh, termasuk melalui revisi Undang-Undang BUMN, untuk mendukung keberlanjutan dan efisiensi pengelolaan investasi yang dilakukan Danantara. Menurut Sartono, revisi UU BUMN ini akan memberikan dasar hukum yang jelas bagi Danantara dalam menjalankan fungsinya sebagai superholding yang bertanggung jawab atas aset-aset strategis negara.
Selain itu, Sartono menekankan pentingnya pemetaan aset BUMN dalam rangka mengoptimalkan potensi investasi yang dapat dicapai. “Dengan pemetaan yang baik, kita bisa lebih memahami nilai dari setiap aset, dan ini menjadi langkah awal untuk menentukan strategi investasi yang lebih tepat dan berkelanjutan,” jelasnya.
Sebagai seorang politikus senior, Sartono juga mengingatkan bahwa Danantara harus mengutamakan prinsip kehati-hatian dalam mengelola dana investasi. Menurutnya, pengelolaan investasi yang pruden tidak hanya bertujuan untuk menghasilkan keuntungan semata, tetapi juga harus mampu memberikan manfaat yang nyata bagi rakyat dan bangsa Indonesia secara keseluruhan. “Kita berharap investasi ini mampu memberikan hasil maksimal yang benar-benar berkontribusi pada kemakmuran rakyat dan kemajuan bangsa,” tegasnya.
Dalam dokumen yang diterima pada Rabu (6/11/2024), pemerintah menyusun Danantara sebagai badan pengelola investasi yang akan konsolidasi berbagai aset BUMN dalam skala besar. Indonesia Investment Authority (INA) juga direncanakan akan melebur ke dalam Danantara, sehingga total aset kelolaan Danantara pada tahap awal mencapai sekitar US$10,8 miliar atau sekitar Rp160 triliun yang berasal dari INA.
Langkah konsolidasi selanjutnya akan mencakup tujuh BUMN besar yang akan menjadi bagian dari Danantara, yaitu PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT PLN (Persero), PT Pertamina (Persero), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk., dan holding BUMN pertambangan MIND ID.
Duta besar investasi ini akan dioptimalkan untuk mendukung berbagai sektor, termasuk energi, telekomunikasi, dan perbankan, sehingga menghasilkan efisiensi dan sinergi yang tinggi di berbagai bidang. Sartono menekankan bahwa keberadaan superholding ini harus dikelola dengan penuh tanggung jawab dan akuntabilitas, serta senantiasa mematuhi regulasi yang berlaku agar benar-benar bisa memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi nasional.
Melalui langkah besar ini, diharapkan Danantara dapat menciptakan ruang investasi yang lebih luas dan membuka peluang kerja sama dengan investor asing, terutama dalam bidang teknologi dan infrastruktur. Namun, Sartono mengingatkan bahwa segala bentuk investasi harus tetap sejalan dengan tujuan kemakmuran rakyat, bukan hanya sebagai kepentingan komersial semata.