TajukPolitik – Pengamat kebijakan publik, Gigin Praginanto menanggapi banyaknya Bandara dikebut pekerjaanya namun tidak ada maskapai yang menyediakan pesawat.
Menurutnya itu merupakan bukti bahawa proyek hanya sekedar jadi demi meriahnya tepuk tangan meriah.
“Salah satu bukti pembangunan asal jadi demi tepuk tangan meriah, sambil berbangga target penerimaan pajak hampir tercapai sepenuhnya. Pajak itu dibayar oleh rakyat yang sebagian besar hidup pas-pasan bahkan di bawah standar,” tulisnya dalam akun twitter pribadinya yang dikutip tajuknasional.com, Jumat (25/11).
Salah satu bukti pembangunan asal jadi demi tepuk tangan meriah, sambil berbangga target penerimaan pajak hampir tercapai sepenuhnya. Pajak itu dibayar oleh rakyat yang sebagian besar hidup pas-pasan bahkan di bawah standar. https://t.co/wmk34C0RY3
— gigin praginanto (@giginpraginanto) November 25, 2022
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi membenarkan kondisi di mana banyak bandara yang tidak menyediakan layanan penerbangan karena tidak tersedianya maskapai. Hal ini dikarenakan, jumlah pesawat di Indonesia berkurang lebih dari 50%.
“Memang pesawat ini adalah masalah global. Pesawat yang ada di Indonesia ini berkurang dari lebih dari 600, sekarang ini tidak sampai 300. Jadi jumlahnya gak sampai 50%-nya, sehingga terjadi kekurangan,” kata Budi, dalam Rapat dengar Pendapat (RDP) Komisi V DPR bersama Kementerian Perhubungan, dikutip melalui kanal Youtube Komisi V DPR RI, Kamis (24/11/2022).
Sementara menyangkut tarifnya yang disebut-sebut mahal, Budi mengatakan, alasannya karena komponen biaya leasing (sewa) dan biaya bahan bakar, membebani biaya operasional maskapai lebih dari 50 persen.
“Dan ini kami tadi komparasi perjalanan Jakarta-Dubai dan Jakarta-Singapura, harganya relatif 2x lipatnya. Jadi ini berbanding lurus dengan apa yang dilakukan,” katanya.
Menyikapi kondisi ini, Kemenhub akan mengambil beberapa langkah. Yang pertama yaitu penertiban. Kemudian yang kedua, berupaya mengundang beberapa maskapai yang berminat ke daerah tersebut. Dan yang ketiga, mengajak diskusi beberapa negara serta pemerintah daerah terkait.
“Dan yang ketiga Beberapa bandara sudah kita selesaikan dengan baik. Diantaranya Silampari Pak Edi Santana, Pak Hamka ada Toraja, Ibu Novita ada Bandara Banjarnegara. Itu kami mengajak pemerintah daerah untuk sharing,” terang Budi.
Salah satu bahasan yang dilakukan Budi beserta Kemenhub dengan Pemda setempat menyangkut okupansi atau keterisian pesawat. Apabila tingkat okupansinya berada di bawah 50%, maka maskapai akan merugi. Maka dari itu,
“Pesawat itu kalau mereka okupansinya di bawah 50%, mereka rugi. Oleh karenanya, ada blok guarantee (membeli tiket penerbangan) yang dilakukan oleh pemerintah daerah secara bersama-sama,” jelasnya.
Sebelumnya, di momentum yang sama, Ketua Komisi V DPR RI Lasarus sempat menyinggung persoalan tersebut. Ia menyoroti kondisi minimnya ketersediaan layanan penerbangan di beberapa bandara.
“Kalau dari sisi Kemenhub menyediakan infrastruktur cukup, bandara kita saya pikir cukup. Yang jadi masalah nggak ada pesawat yang terbang. Ini persoalan. Barangkali juga nanti disampaikan ke kami apa ini kendalanya,” kata Lasarus.
Menurut dugaannya, bisa jadi hal ini terjadi karena permintaan yang rendah ataupun tiketnya yang mahal. Lasarus mengatakan, dirinya sempat dihubungi banyak kepala daerah menyangkut persoalan tersebut, di mana tidak tersedianya penerbangan komersil di bandaranya.
“Kalau yang saya temui, saya ambil contoh di daerah kita. Dulu paling banyak itu maskapai 3, Garuda, kemudian Wings, dan Nam masuk. Namun sekarang tinggal satu maskapai Wings, itu 3x seminggu. Yang saya dapatkan keluhan dari masyarakat itu, mahal. Ya pasti karena maskapainya hanya satu,” ujarnya.