Jumat, 24 Januari, 2025

Patuhi MK, Pengamat Minta DPR dan Pemerintah Tak Ubah Tafsir Hukum Terkait Penghapusan Presidential Threshold

TajukNasional Sejumlah pengamat dan peneliti hukum meminta pemerintah serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk tidak membuat tafsir yang menyimpang dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penghapusan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.

Sebelumnya, MK mengabulkan permohonan uji materi Pasal 222 UU Pemilu yang diajukan oleh empat mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam putusan yang diumumkan pada Kamis (2/1), MK menyatakan bahwa aturan presidential threshold bersifat inkonstitusional.

Pengajar hukum pemilu Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengingatkan agar tidak ada upaya mendistorsi Putusan MK No. 62/PUU-XXII/2024 yang menghapus aturan tersebut.

“Rakyat sangat sensitif pada pembatasan hak politik mereka. Maka itu, laksanakan putusan MK ini dengan konsisten dan sebaik-baiknya,” tulis Titi dalam unggahannya di platform X.

Senada dengan Titi, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai putusan MK ini sebagai momentum perbaikan sistem demokrasi di Indonesia.

“Dengan dihapuskannya ambang batas pencalonan presiden, ini bisa menjadi pintu masuk untuk memperbaiki sistem kepartaian dan politik agar lebih partisipatif serta demokratis sesuai konstitusi,” demikian pernyataan YLBHI dalam siaran pers yang diterima Jumat (3/1).

Namun, YLBHI mengingatkan bahwa DPR memiliki sejarah menafsirkan putusan MK secara serampangan, seperti yang pernah terjadi dalam revisi Undang-Undang Pilkada.

Mereka pun menyoroti kecenderungan DPR mengesahkan regulasi tanpa memperhatikan partisipasi publik, yang sering kali berdampak merugikan masyarakat dan melanggar hak asasi manusia.

Oleh karena itu, YLBHI mendesak DPR dan pemerintah segera menyesuaikan regulasi politik dengan putusan MK serta mengajak masyarakat untuk terus mengawal implementasinya.

“Kami menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk bersama-sama mengawasi pelaksanaan Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024,” tegas YLBHI.

- Advertisement -spot_imgspot_img
Berita Terbaru
- Advertisement -spot_img
Berita Lainnya
Rekomendasi Untuk Anda
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini