Rabu, 12 Maret, 2025

Netty Aher Desak Sinkronisasi Data dan Pengawasan Industri Usai Kasus Sritex

TajukNasional Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani, menyoroti kasus PT Sritex terkait pemenuhan hak pekerja dan lemahnya pengawasan industri. Dalam rapat kerja bersama Menteri Ketenagakerjaan, Dewan Pengawas, serta Direktur Utama BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, Netty menegaskan pentingnya sinkronisasi data agar seluruh pekerja mendapatkan hak dan perlindungan yang semestinya.

“Saya hanya minta sinkronisasi data ini dilakukan dengan baik. Jangan sampai ada satu pun pekerja yang tertinggal dalam mendapatkan haknya. Karena masih ada perbedaan data yang disampaikan antara para menteri dan dewan pengawas BPJS, ini harus segera diselesaikan,” ujar Netty di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (11/3/2025).

Netty juga menyoroti perlunya solusi jangka panjang bagi pekerja yang belum mendapatkan pekerjaan setelah enam bulan pasca-PHK. Ia mengusulkan kemungkinan revisi regulasi agar mereka bisa masuk ke dalam skema Penerima Bantuan Iuran (PBI).

“Setelah enam bulan pasca-PHK, kita berharap mereka sudah mendapat pekerjaan. Jika belum, harus ada skema perlindungan lain. Apakah ini sudah masuk dalam rencana revisi regulasi agar mereka otomatis menjadi PBI? Ini yang perlu kita pikirkan bersama,” tegas Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI tersebut.

Netty mengungkapkan tren peningkatan klaim JHT akibat PHK yang mencapai 40.000 kasus hingga Maret 2025, serta lebih dari 70.000 pekerja yang keluar dari kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.

“Angka ini mengkhawatirkan dan harus diwaspadai. Kita perlu mereview kebijakan regulasi industri agar kasus seperti Sritex ini tidak terjadi di perusahaan lain,” tambahnya.

Terkait kondisi keuangan Sritex, Netty mempertanyakan ketidakseimbangan antara aset, pendapatan, dan utang perusahaan.

“Sritex sudah beroperasi selama 58 tahun dengan aset Rp10 triliun dan pendapatan tidak lebih dari Rp12 triliun, tapi utangnya mencapai lebih dari Rp30 triliun. Ada apa dengan perusahaan besar ini?” tanyanya.

Sebagai langkah preventif, Netty mendorong pengawasan ketat terhadap potensi praktik fraud di perusahaan besar agar tidak merugikan pekerja.

“Seringkali yang terkena dampak adalah pekerja—ada yang upahnya tidak dibayar, ada yang mendapat perlakuan diskriminatif. Ini harus jadi momentum untuk perbaikan,” jelasnya.

Menutup pernyataannya, Netty berharap kasus Sritex menjadi pelajaran dalam memperbaiki regulasi ketenagakerjaan, terutama dalam kebijakan outsourcing yang sering menimbulkan ketidakpastian bagi pekerja.

“Bukan hanya posko untuk Sritex, tetapi posko untuk kasus-kasus serupa juga perlu dibentuk. Dari kasus ini, semoga prinsip keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia bisa benar-benar terwujud,” pungkasnya.

- Advertisement -spot_imgspot_img
Berita Terbaru
- Advertisement -spot_img
Berita Lainnya
Rekomendasi Untuk Anda
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini