Selasa, 14 Januari, 2025

Netizen Pertanyakan Tugas BPOM yang Ogah Tanggung Jawab Kasus Gagal Ginjal Akut

Kepala Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito dengan tegas menjawab menolak bertanggung jawab atas peredaran obat sirup yang diduga menjadi sebab kasus gagal ginjal akut pada beberapa anak belakangan ini. Dia berdalih bahwa BPOM sudah bekerja sesuai prosedur. Penny mengatakan, pihak yang sudah mendesak BPOM untuk bertanggung jawab atas kasus tersebut tidak paham soal prosedur dan pengawasan produk obat-obatan.

“Mereka tidak memahami proses jalur masuknya, bahan baku, pembuatan di mana, peran-peran siapa,” kata Penny dalam konferensi pers yang dilaksanakan Kamis, 27 Oktober 2022 lalu.

Warganet pun ramai berkomentar seolah BPOM tidak mau tanggung jawab padahal sudah tugas mereka mengawasi.

“kelalaian bpom yg membuat banyak anak kena sakit ginjal akut ,hrs di hukum dan diberi sanksi biar lain kali bs lbh teliti sebelum terbitkan surat ijinnya ,di cek apakah ada unsur pidana krn menerima uang pelicin” tutur akun twitter Salju

Netizen bernama udin berkomentar,”Kalo ga melakukan fungsi pengawasan mending P di BPOM diganti Pendaftaran aja. Jadi kerjaannya cuma registrasi doang bukan pengawasan, kalo lagi ga ada yg daftar ya ga kerja. Udah paling bener”

Sementara akun @gubrack berkomentar “Ganti nama: Badan Pencatatan Obat dan Makanan. Menerima pendaftaran saja tanpa syarat dokumen lab, keluarkan nomor edar, terima ongkos pencatatan, stempel cap dan selesai. Tupoksinya bukan pengawasan. Tak perlu profesional dari farmasi, SDM cukup lulusan SMK sederajat. Aman,”

Sedangkan netizen dengan anaka Andy Ahmad mengatakan,”Yang namanya Pengawas itu tugasnya mengawasi. Pertanyaannya adalah apa yg sudah diawasi BPOM selama ini kok bisa ada korban berjatuhan?”

Sementara itu PT Yarindo Farmatama memberikan klarifikasinya atau ‘serangan balik’ terkait produk obat sirop mereka, Flurin DMP, yang disebut BPOM mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebihi batas aman. Bahkan BPOM sampai mempidanakan mereka.

BPOM menyebut, PT Yarindo Farmatama menggunakan bahan baku propilen glikol yang mengandung etilen glikol sebesar 48 mg/ml, padahal syaratnya harus kurang dari 0,1 mg/ml.

Menanggapi temuan BPOM, pihak PT Yarindo Farmatama yang diwakili Manager Bidang Hukum Vitalis Jebarus, dengan tegas menolak tuduhan tersebut.

“Tentang mengubah bahan baku obat dengan bahan baku yang tidak memenuhi syarat adalah pernyataan yang tidak benar dan sangat merugikan bagi PT. Yarindo Farmatama karena pada tahun 2020 NIE sudah menggunakan bahan baku pelarut dari Dow Chemical yang berstatus pharmaceutical grade,” kata Vitalis dalam keterangannya dikutip Rabu (1/11).

NIE adalah nomor izin edar, disebut juga dengan notifikasi obat. Jika perusahaan sudah mengantongi NIE dari BPOM, maka obat tersebut baru boleh diedarkan.

“Dibuktikan dengan COA [Certificate of Analysis] dan BPOM telah menyetujui penggunaan bahan baku tersebut pada produk Flurin DMP Sirup dengan terbitnya NIE pada bulan Mei 2020,” ungkapnya.

Salah satu produk PT Yarindo Farmatama yang dimaksudkan BPOM adalah Flurin DMP Sirup (obat batuk dan flu), produksi PT Yarindo Farmatama dengan nomor izin edar DTL0332708637A1, kemasan dus, botol plastik @60 ml. Saat ini, Flurin DMP telah ditarik dari peredaran dan dilarang dan diperintahkan dimusnahkan.

- Advertisement -spot_imgspot_img
Berita Terbaru
- Advertisement -spot_img
Berita Lainnya
Rekomendasi Untuk Anda
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini