TajukPolitik – Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pemerintahan Jokowi, Bahlil Lahadalia merasa lega lantaran Indonesia telah terbebas dari utang kepada Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF).
Menteri Jokowi ini mengucapkan terimakasih utang iniĀ dilunasi pada Oktober 2006 saat masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Kita harus berterima kasih pada pemerintahan sebelum Pak Jokowi, yaitu di jamannya Pak SBY. Itu berhasil menyelesaikan utang kita ke IMF,” kata Bahlil, dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Investasi/BKPM, Jakarta, Jumat (30/6).
Bahlil mengatakan, berutang kepada IMF sudah seperti berutang kepada lintah darat. Dalam hal ini, ia menilai banyak paket kebijakan ekonomi yang tidak sesuai dengan Indonesia.
“Menurut kajian mereka juga mengatakan, ini kayak lintah darat ibaratnya. Jadi banyak paket kebijakan ekonomi dari IMF yang tak cocok dengan negara kita,” ujarnya.
Selain itu, Indonesia juga memiliki sejarah panjang dengan IMF. Bahlil pun bercerita, pada masa krisis moneter melanda di tahun 1998, IMF merekomendasikan sejumlah kebijakan yang membawa dampak sangat besar terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi RI.
“Pertama, industri kita ditutup. Contoh dirgantara. Bansos-bansos ditutup. Artinya, daya beli masyarakat lemah di situ. Cikal-bakal deindustrialisasi,” ujarnya.
Namun nyatanya, semua kebijakan tersebut gagal total. Akibatnya, bunga kredit pun terkerek naik. Kemudian, hampir seluruh pengusaha kolaps. Kredit-kredit pun macet dan aset-aset pun diambil. Kondisi ini membuat Indonesia seolah menjadi pasien salah diagnosa.
“Apa yang terjadi? Negara kita melambat menuju pertumbuhan ekonomi. Di tahun yang sama, Malaysia menolak rekomendasi IMF,” imbuhnya.
Seolah mengingatkan Bahlil dengam cerita lama itu, kini IMF baru saja menyatakan permintaan agar Indonesia tak memperluas kebijakan hilirisasi dengan larangan ekspor bahan mineral mentah. Dalam hal ini, jelas Bahlil menolak permintaan tersebut.
“Dia sudah pernah menjadikan kita pasien yang gagal diagnosa. Apakah kita akan mengikuti dokter yang sudah membawa kita ke ruang rawat inap, dia masukan kita ke ruang ICU? Ibarat orang sakit harusnya nggak operasi total, kemudian operasi total terus gagal,” ujarnya.
Di sisi lain, IMF sendiri juga telah menyatakan kondisi ekonomi RI dalam keadaan baik. Karenanya, permintaan menyangkut ekspor ini menuai tanda tanya besar. Ia juga curiga, IMF melakukan standar ganda mengingat negara-negara lain boleh melakukan hal serupa, sementara hanya Indonesia yang tak boleh melakukan langkah tersebut.
Selaras dengan hal ini pula, Bahlil pun menegaskan, tidak akan mengikuti permintaan yang dilayangkan oleh IMF untuk berhenti menyetop ekspor bahan-bahan baku mentah mineral lainnya.
“Langit mau runtuh pun, hilirisasi tetap akan jadi prioritas negara dalam pemerintahan Joko Widodo dan Kiyai Ma’ruf Amin. Yang kedua, larangak ekspor tetap akan kita lakukan. Kalau mau gugat kita ke WTO, WTO aja. Masa orang lain boleh (setop ekapor), kita tidak? Yang bener aja, negara ini sudah merdeka,” ujarnya.
Sebagai tambahan informasi, sebelumnya perihal pelunasan utang ink sempat disinggung juga oleh Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo. Ia mengatakan, Indonesia tidak termasuk pasien atau daftar negara yang antre untuk meminta pertolongan IMF.
“Pemerintah tidak berutang lagi ke IMF. Pelunasan pada era Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono),” kata Yustinus kepada detikcom, pada Oktober 2022 silam.
Hanya saja, berdasarkan Statistik Utang Luar Negeri (SULNI) utang Indonesia ke IMF masih ada US$ 8,47 miliar per Juli 2022. Yustinus menyebut itu merupakan utang luar negeri Bank Indonesia (BI) dalam kapasitas sebagai anggota IMF untuk bersama memperkuat moneter global.
Berbeda dengan utang pada umumnya, Yustinus menyebut dana itu tidak memiliki jangka waktu pengembalian. BI tidak dibatasi waktunya untuk mengembalikan dana tersebut kepada IMF.