TajukNasional Menteri Ekonomi Kreatif sekaligus Kepala Badan Ekonomi Kreatif (MenEkraf/KaBekraf), Teuku Riefky Harsya, menyampaikan apresiasi mendalam atas kontribusi Cita Tenun Indonesia (CTI) dalam memperkuat ekosistem ekonomi kreatif nasional, khususnya pada subsektor fesyen melalui pelestarian kain tenun.
CTI, yang telah berkiprah selama 16 tahun, dinilai berperan penting dalam mendorong keberlanjutan dan pengembangan kain tenun nusantara, salah satu warisan budaya Indonesia.
“Kami sangat menghargai berbagai program yang telah dijalankan Cita Tenun Indonesia dan terbuka untuk menjalin kolaborasi lebih jauh dalam upaya memperkuat ekosistem ekonomi kreatif nasional,” ujar Teuku Riefky dalam pertemuannya dengan pengurus Cita Tenun Indonesia di Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Jumat (8/11).
Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan ekonomi kreatif sebagai “The New Engine of Growth” atau mesin baru pertumbuhan ekonomi nasional, yang diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian Indonesia dalam lima tahun ke depan. Menurut Menteri Teuku, kebijakan ini berlandaskan pada pertimbangan yuridis, akademis, serta arahan politis. Teuku menambahkan, “Arahan asta cita dari Presiden adalah upaya mempersiapkan ekonomi kreatif untuk berperan sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional.”
Dalam program lima tahun ke depan, Kementerian Ekonomi Kreatif menargetkan peningkatan kontribusi ekonomi kreatif terhadap PDB dari 6,70 persen pada tahun 2023 menjadi 8,37 persen, serta peningkatan nilai ekspor dari 23,90 juta dolar AS menjadi 29,88 juta dolar AS. Selain itu, investasi di sektor ini diharapkan naik dari Rp136,28 triliun menjadi Rp183,72 triliun, dan serapan tenaga kerja meningkat dari 24,92 juta orang menjadi 27,66 juta orang.
Untuk mencapai target ambisius tersebut, Menteri Teuku menyatakan pentingnya dukungan dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk peran aktif CTI. Menurutnya, pemerintah tidak bisa berjalan sendiri menghadapi tantangan pemasaran, permodalan, perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), regulasi, kelembagaan, serta dukungan teknologi dan infrastruktur.
“Kami sangat terbantu dengan kolaborasi pihak swasta seperti yang dilakukan oleh CTI. Dalam 16 tahun terakhir, CTI telah memberikan kontribusi besar, termasuk pelatihan, pemasaran, dan pelestarian tenun Indonesia,” lanjut Teuku. Melalui upaya ini, CTI telah mendorong peran tenun sebagai simbol identitas budaya Indonesia.
Aliya Rajasa Yudhoyono, salah satu pengurus CTI, menjelaskan bahwa CTI berkomitmen untuk memelihara, melestarikan, dan memasarkan kain tenun Indonesia. “Tenun adalah seni budaya tradisional dengan nilai sejarah yang diwujudkan dalam motif, warna, dan bahan yang mencerminkan jati diri bangsa. Tenun bukan sekadar kain, tetapi adalah identitas bangsa,” tutur Aliya.
Sejak didirikan 16 tahun lalu, CTI telah menjalankan berbagai program pelestarian, salah satunya adalah menyelamatkan motif-motif tenun langka yang hampir punah akibat berkurangnya generasi pengrajin tenun di Indonesia. Banyak generasi muda yang kurang tertarik pada profesi sebagai penenun, padahal pengerjaan tenun membutuhkan keahlian khusus dan waktu yang cukup lama.
CTI juga fokus pada upaya peningkatan keterampilan generasi muda melalui pelatihan. Program ini bertujuan agar tradisi tenun tidak hanya bertahan tetapi juga berkembang dalam konteks modern, yang akhirnya dapat memperkuat posisi ekonomi kreatif Indonesia di pasar global.