TajukNasional Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah, menyarankan agar wacana libur sekolah selama Ramadan dikaji lebih mendalam, dengan mempertimbangkan dampak positif dan negatifnya. Usulan ini muncul setelah Mendikdasmen Prof. Abdul Mu’ti dan Wamenag Romo HR Muhammad Syafi’i menyampaikan gagasan untuk meliburkan aktivitas belajar-mengajar di sekolah selama bulan Ramadan. Namun, wacana tersebut belum dibahas secara resmi di lingkungan Kementerian Agama maupun lintas kementerian terkait.
“Kalau mau ada kebijakan satu bulan libur, harus jelas apa saja tugas yang diberikan kepada siswa selama libur. Itu perlu dicermati lebih lanjut,” ujar Ledia Hanifa dalam keterangannya kepada Parlementaria di Jakarta, Senin (6/1).
Ledia menyebut bahwa meskipun sekolah tetap berjalan selama Ramadan, efektivitas pembelajaran sering kali hanya berlangsung maksimal dua pekan. Setelah itu, fokus kegiatan bergeser karena mendekati Idulfitri.
“Biasanya pekan ketiga Ramadan diisi dengan kegiatan seperti pesantren kilat atau variasi kegiatan lainnya. Bahkan, dulu ada yang sampai menggelar Ujian Nasional di bulan Ramadan. Jadi, kalau sekolah tetap buka, kegiatannya juga bisa disesuaikan,” jelasnya.
Namun, jika libur diberlakukan, ia menekankan bahwa libur tersebut tidak boleh sepenuhnya bebas dari kegiatan. “Kalau dibilang libur, sebenarnya tidak sepenuhnya libur. Biasanya siswa tetap datang ke sekolah, tapi kegiatannya berubah menjadi non-akademik, seperti program keagamaan,” tambah politisi dari Fraksi PKS ini.
Ledia juga mengingatkan bahwa kebijakan libur Ramadan perlu dirancang secara proporsional. Menurutnya, pemerintah dapat memberikan panduan umum, sementara sekolah diberi fleksibilitas untuk menyesuaikan program sesuai kebutuhan dan target pembelajaran masing-masing.
“Misalnya, sekolah bisa tetap mengadakan pembelajaran akademik di pekan pertama Ramadan, kemudian dilanjutkan dengan program ibadah atau kegiatan lain. Yang penting, target pembelajaran tercapai, terutama bagi siswa yang akan menghadapi ujian,” paparnya.
Ledia menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat dalam menentukan kebijakan yang terbaik. “Pemerintah harus merancang kerangka besar yang jelas, sementara sekolah diberi ruang untuk berinovasi. Tujuannya tetap sama, yaitu mendukung pembelajaran sekaligus memperkuat nilai-nilai keagamaan selama Ramadan,” tutup anggota DPR dari Dapil Jawa Barat I ini.