Senin, 3 Februari, 2025

KY Telusuri Dugaan Pelanggaran Etik Hakim dalam Kasus Vonis Ringan Harvey Moeis

TajukNasional Komisi Yudisial (KY) akan mendalami putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terkait Harvey Moeis dan lima terdakwa lain yang dinilai publik terlalu ringan.

Anggota sekaligus Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata, menyatakan bahwa keputusan hakim yang lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) berpotensi menimbulkan reaksi dari masyarakat.

“KY akan mendalami putusan tersebut untuk melihat apakah terdapat dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Namun, KY tidak akan masuk ke ranah substansi putusan karena forum yang tepat untuk itu adalah banding,” ujar Mukti melalui keterangan persnya, Jumat (27/12).

Mukti mengimbau masyarakat untuk melaporkan dugaan pelanggaran kode etik hakim jika memiliki bukti pendukung yang memadai. KY berkomitmen memproses laporan tersebut sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Dalam kasus ini, Harvey Moeis, Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), divonis 6,5 tahun penjara, denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan, serta diwajibkan membayar uang pengganti Rp210 miliar subsider 2 tahun penjara. Seluruh aset terkait kasusnya dirampas untuk negara.

Vonis tersebut jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang meminta hukuman 12 tahun penjara, denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan, serta uang pengganti Rp210 miliar subsider 6 tahun penjara.

Harvey dinyatakan bersalah atas tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk tahun 2015-2022, serta tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Ketua majelis hakim Eko Aryanto menyebut putusan ini mengacu pada Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Kasus ini menjadi sorotan publik, terutama karena putusan yang dianggap tidak mencerminkan beratnya kejahatan yang dilakukan. KY diharapkan mampu memberikan keadilan dengan menelusuri potensi pelanggaran etik dalam putusan tersebut.

- Advertisement -spot_imgspot_img
Berita Terbaru
- Advertisement -spot_img
Berita Lainnya
Rekomendasi Untuk Anda
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini