Tajukpolitik – Pengamat Kesehatan Hermawan Saputra, menilai Undang-undang Kesehatan (UU Kesehatan) telah menghilangkan komitmen negara dalam menjamin kesehatan masyarakat, khususnya perlindungan kesehatan ibu dan anak akan hilang.
Pasalnya, ujar Hermawan, dalam UU Kesehatan yang disebut juga Omnibus Law Kesehatan itu, tidak ada lagi kewajiban (mandatory) anggaran untuk kesehatan ibu dan anak seperti halnya yang termaktub dalam UU No. 36/2009 tentang Kesehatan.
Hermawan mengungkapkan dalam UU No. 23/2014 tentang Pemerintah Daerah pun kesehatan ibu dan anak sangat jelas diakomodir. Khususnya pasal 14 dan pasal 298 itu disinggung tentang indikator kesuksesan pembangunan daerah atau Standar Pelayanan Minimal (SPM).
Dari 12 indikator tersebut, menurut dia ada 5 indikator yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak. Mulai dari kesehatan ibu hamil, ibu yang bersalin, menyusui, pelayanan kesehatan untuk bayi/balita hingga remaja.
Hal tersebut, kata Hermawan, sesuai pasal 28 poin H ayat 1 UUD 1945, setiap warganegara berhak hidup sejahtera mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
“Ketika hilang mandatory dalam RUU Kesehatan, ini memunculkan keraguan masa depan anak bangsa Indonesia,” ujar Hermawan, dikutip Tajuk Politik, Selasa (11/7).
Lebih lanjut, Hermawan mengungkapkan bahwa kondisi kesehatan ibu dan anak pun masih sangat mengkhawatirkan. Dia menjelaskan angka imunisasi dasar lengkap kita hanya 67,3 persen dan angka stunting masih tinggi yaitu 24,4 persen. Padahal, idelanya angat stunting idealnya di bawah 10 persen dan vaksinasi anak serratus persen.
“Jangan sampai 1 dari 10 anak kita masih stunting, di Jakarta masih seperti itu. apalagi di daerah Timur lebih parah lagi. 3 dari 10 anak itu masih stunting. Maka itu, berkaitan kesehatan ibu dan anak. Maka dalam stunting intervensi terhebatnya ada pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK), sejak janin keluar dalam kandungan,” tandas Hermawan.