Kamis, 23 Januari, 2025

Kritik Ketidakberdayaan Pemimpin Dunia Hentikan Perang, SBY: Tidak Mampu atau Tidak Mau?

TajukPolitik – Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyoroti ketidakberdayaan pemimpin dunia dalam menghentikan perang yang tidak beradab dalam beberapa waktu terakhir. Melalui akun X @SBYudhoyono pada Sabtu (1/6), SBY menyampaikan keprihatinannya mengenai situasi global saat ini.

SBY menegaskan bahwa dalam perang dan operasi militer, terdapat aturan dan batasan yang harus diikuti. Menurutnya, hukum, etika, dan norma dalam peperangan sering kali diabaikan dalam konflik terbaru. “Seolah cara apapun dibenarkan. The ends justify the means. Jatuhnya korban jiwa penduduk sipil dan mereka yang tidak berdosa (non combatant dan innocent people), yang sangat besar jumlahnya dan jauh melampaui batasan ‘collateral damage’ diabaikan,” tulis SBY.

Selain itu, SBY menyoroti penghancuran bangunan, infrastruktur, dan fasilitas sipil tanpa perasaan bersalah. Ia mempertanyakan apakah para politisi dan jenderal telah kehilangan hati nurani dan kejernihan berpikir. “Apakah ini sebuah kemunduran peradaban dan perikemanusiaan?” tanyanya.

Kritik SBY kemudian menyoroti ketidakmampuan para pemimpin dunia dalam menghentikan konflik. Ia mempertanyakan apakah mereka tidak mampu atau tidak mau menghentikan kekerasan. “Tidak mampu atau tidak mau? Bagaimana jika perang yang tidak beradab ini, dengan dalih untuk memenuhi kepentingan nasional pihak-pihak yang berperang, dianggap sebagai ‘a new normal’ dan mendapatkan pembenaran sejarah?” lanjut SBY.

SBY juga mencermati fenomena kembalinya “geopolitics of hard power” dan “geopolitics of the new ideology”. Ia bertanya apakah “clash of civilizations” yang sering diidentikkan dengan geopolitik pasca Perang Dingin kini telah digantikan dengan “clash of nations”.

SBY mempertanyakan apakah upaya menghentikan perang selalu kandas dalam diplomasi dan upaya global untuk mencari solusi. Ia menyoroti ketidakmampuan menghadapi negara-negara dengan hak veto dalam tatanan dan mekanisme PBB.

“Kalau memang begitu adanya, situasi di tiga kawasan yang saat ini tengah bergolak, utamanya Timur Tengah dan Eropa (Ukraina), kemudian ketegangan yang amat tinggi di Asia Timur dan Asia Tenggara ini, benar-benar membahayakan perdamaian dan keamanan internasional. Mengapa saya katakan demikian? Karena, yang saat ini tengah berhadap-hadapan, baik langsung maupun tidak langsung, di ketiga ‘flash points’ tersebut adalah para pemegang hak veto. Maknanya, setiap ada prakarsa politik untuk mengakhiri peperangan (‘peace proposal’) akan selalu kandas jika salah satu pemegang hak veto tidak menyetujuinya,” tulisnya.

SBY menyampaikan pandangannya, meskipun mungkin akan diejek karena dianggap terlalu elusif dan tidak “doable”. Namun, ia percaya bahwa solusi bisa ditemukan jika ada kemauan. “Tidak mungkin tak ada solusi yang bisa dilakukan oleh dunia. Sejak bersekolah di sekolah dasar, guru saya selalu mengajarkan ‘di mana ada kemauan, di situ ada jalan’. If there is a will, there is a way,” pungkasnya.

Kritik tajam dan analisis mendalam dari SBY ini menjadi refleksi bagi para pemimpin dunia untuk lebih serius dalam mengatasi konflik global demi terciptanya perdamaian dan keamanan internasional yang lebih baik.

- Advertisement -spot_imgspot_img
Berita Terbaru
- Advertisement -spot_img
Berita Lainnya
Rekomendasi Untuk Anda
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini