Tajukpolitik – Politik dinasti yang sedang dimainkan Presiden Jokowi saat ini dapat merusak demokrasi. Sebab, kontrol terhadap kekuasaan akan melemah.
Hal tersebut diungkapkan oleh Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti dalam diskusi publik yang bertajuk Dinasti Politik Jokowi di UIN Jakarta, Rabu (4/10).
“Kontrol kekuasaan akan menjadi lemah apabila relasi-relasi kekerabatan itu ada dalam institusi-institusi politik. Karena yang satu akan permisif pada institusi, atau bahkan membukakan jalan kerabatnya yang menduduki jabatan tertentu,” ucap Bivitri.
Bivitri mencontohkan apa yang terjadi dalam Pemerintahan Presiden Jokowi. Jokowi merupakan pimpinan dalam cabang kekuasaan eksekutif, sementara cabang kekuasaan lainnya, yudikatif yakni Mahkamah Konstitusi (MK) diketuai oleh adik ipar Jokowi, yaitu Anwar Usman.
Buntutnya, ujar Bivitri, MK sedikit bisa disetir oleh ipar Jokowi itu.
“Kalau kita bicara etik harusnya Ketua MK (Anwar Usman) mundur. Karena ada benturan kepentingan,” tegas Bivitri.
Diketahui saat ini sedang bergulir gugatan batas usia cawapres. Sejumlah pihak menggugat usia cawapres diturunkan menjadi 35 tahun, dari sebelumnya 40 tahun.
Gugatan lain juga meminta syarat capres atau cawapres sudah pernah menjadi kepala daerah.
Jika itu dibiarkan, maka menurut Bivitri akan memberikan jalan bagi praktik korupsi. Bahkan bisa lebih parah pada muara pembajakan terhadap demokrasi.
Bivitri menjelaskan pembajakan demokrasi lewat cara demokratik adalah lewat cara-cara prosedural yang seakan-akan sesuai aturan.
“Nancy Bermeo bilang, ‘democratic backsliding’ yaitu demokrasi yang dibajak tetapi dengan cara yang demokrasi,” ucap Bivitri.
Bahaya lain politik dinasti juga membuat konsentrasi kekuasaan hanya tersebar di beberapa titik. Kekuasaan akhirnya hanya dimiliki lingkaran orang-orang yang sama.
“Akibatnya demokrasi kita tidak substantif, semua prosedural belaka. Dan ini sekarang yang sedang terjadi,” ungkap Bivitri.