Kamis, 21 November, 2024

Kejati Sulbar Tetapkan Wakil Ketua DPRD Mamuju Andi Dodi Sebagai Tersangka

TajukPolitik – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Barat (Sulbar) menetapkan 3 orang tersangka dalam kasus pengalihan hutan lindung untuk pembangunan SPBU di Desa Tadui, Kabupaten Mamuju, Kamis (21/7/2022).

Tiga tersangka tersebut, masing-masing Wakil Ketua DPRD Mamuju Andi Dodi selaku pemilik SPBU, mantan Kepala BPN Mamuju Hasanuddin, dan mantan Kepala Desa Tadui Syamsul Bahri.

Kejati Sulbar Didik Istiyanta saat menggelar jumpa pers menyebutkan, ketiga tersangka dititipkan di Rutan Kelas 2 Mamuju selama 20 hari ke depan terhitung mulai Kamis (21/7).

Didik mengatakan kerugian negara dalam kasus pengalihan hak hutan lindung tersebut sebesar Rp 2,8 miliar

“Dalam perkara tersebut kerugian keuangan negara tidak terlalu besar. Namun perkara tindak pidana korupsi tersebut sebagai sarana untuk mengembalikan hutan negara dan hutan lindung sekitar 10.300 meter persegi yang telah dibangun SPBU,” ungkapnya.

Sebelumnya, pada April 2021, Kejati Sulbar mulai melakukan penyelidikan atas dugaan korupsi pada pembangunan SPBU di Desa Tadui, Kabupaten Mamuju.

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sulbar, Amiruddin, membenarkan perihal tersebut.

“Sementara dalam penyelidikan,” kata Amiruddin, saat dikonfirmasi, Kamis (1/4/2021).

Data yang dihimpun SulbarKini, SPBU di Desa Tadui ini dibangun di kawasan hutan lindung mangrove dengan luas sekitar satu hektare.

Selain SPBU, juga terdapat minimarket di kawasan tersebut yang beroperasi namun disinyalir belum memiliki izin dari Pemkab Mamuju.

Kepala Kejajaksaan Tinggi Sulawesi Barat, Didik Istiyanta mengatakan, para tersangka melakukan muslihat dalam penertiban Sertifikat Hak Milik (SHM). Mereka secara sadar menerbitkan SHM di tanah yang merupakan kawasan hutan lindung seluas satu hektare tempat ADH membangun sebuah SPBU.

“Dugaan tindak pidana korupsi ini merugikan keuangan negara hingga Rp2,8 milliar,” kata Didik kepada wartawan, Kamis (21/07/22).

Didik menambahkan, ADH yang juga anggota legislatif dari fraksi Partai Hanura itu berperan sebagai penginisiasi pemohon SHM tanah di Desa Tadui. Dia juga merupakan pemilik perusahaan yang mengajukan serta mendirikan SPBU di kawasan hutan lindung.

“Tersangka sudah tau bahwa lokasi pendirian SPBU tersebut sebagian besar masuk dalam kawasan hutan lindung,” ujar Didik.

Didik menyebutkan, dalam kasus dugaan korupsi ini kerugian negara memang tidak besar. Namun, penanganan perkara ini sebagai sarana untuk mengembalikan hutan negara sebagai hutan linding.

“Terhadap para tersangka masing-masing dilakukan penahanan dengan jenis penahanan rutan di Rutan Kelas II Mamuju selama 20 hari mulai hari ini 21 Juli 2022,” sebut Didik.

Ancaman 20 Tahun Penjara

Tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) subs Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Tersangka diancaman pidana maksimal 20 tahun penjara, dan denda maksimal Rp1 miliar,” jelas Didik.

Kuasa Hukum ADH, Nasrun mengatakan, pihaknya menghargai proses penetapan tersangka dan penahanan kliennya oleh kejaksaan. Namun, akan segera melakukan upaya preperadilan sebagai hak kliennya sesuai ketentuan Undang-undang.

“Dasar penetapan tersangka ini menurut kami tidak sesuai dengan aturan yang ada. Kami juga akan melakukan upaya penangguhan penahanan,” tutup Nasrun.

- Advertisement -spot_imgspot_img
Berita Terbaru
- Advertisement -spot_img
Berita Lainnya
Rekomendasi Untuk Anda
- Advertisement -spot_img

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini